Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian I Ketut Kariyasa menjelaskan, penggunaan traktor roda 2 dan roda 4 mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi 3 orang/hektar (ha).
Selain itu, biaya pengolahan tanah menurun sekitar 28 persen. Penggunaan rice transplanter mampu menghemat tenaga tanam dari 19 orang/ha menjadi 7 orang/ha. Dengan demikian, biaya tanam menurun hingga 35 persen serta mempercepat waktu tanam menjadi 6 jam/ha.
Begitu pula penggunaan combined harvester mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang/ha menjadi 7,5 orang/ha dan menekan biaya panen hingga 30 persen.
“Bahkan menekan kehilangan hasil dari 10,2 persen menjadi 2 persen, serta menghemat waktu panen menjadi 4 sampai 6 jam/ha,” jelasnya.
Baca juga: Anggaran Pengadaan Alat Mesin Pertanian Tembus Rp 2,9 Triliun
Ketut mengungkapkan, berdasarkan perhitungan sederhana, penggunaan alsintan mulai dari olah sawah hingga panen dapat menekan biaya produksi padi sebesar 6,5 persen dan meningkatkan produksi sebesar 33,8 persen (dari 6,0 ton GKP/ha menjadi 8,1 ton GKP/ha).
Masing-masing, ia melanjutkan, bersumber dari penurunan kehilangan hasil sebesar 10,9 persen karena menggunakan combine harvester, peningkatan produktivitas 11,0 persen akibat penggunaan transplanter yang mendorong petani menerapkan sistem tanam jajar legowo (jarwo), dan peningkatan produktivitas 11,9 persen akibat penggunaan input lainnya yang membaik.
“Artinya mampu memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani mencapai 80 persen, dari Rp 10,2 juta/ha/musim menjadi Rp 18,6 juta/ha/musim,” ujarnya.
Penghasilan Sektor Pertanian Lebih Menggiurkan
Modernisai pertanian juga dapat mendorong minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap dunia pertanian.
Jika sebelumnya pertanian dipandang sebelah mata sebagai pekerjaan untuk orang yang kurang pendidikan dan miskin, bekerja penuh lumpur di bawah terpaan sinar matahari serta lebih banyak mengandalkan kerja otot.
“Akan tetapi saat ini profesi petani modern merupakan pekerjaan yang menjanjikan dan dapat ditekuni secara profesional serta tidak lagi mengandalkan otot saja,“ tutur Ketut
Pendapatan yang diperoleh sebagai petani tidak kalah menariknya dan bahkan lebih besar dari upah atau gaji dari seseorang yang bekerja pada sektor non-pertanian.
“Pada kondisi seperti ini, tanpa perlu didorong, petani dengan sendirinya akan terus bersemangat untuk berproduksi,” kata Ketut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.