BANDUNG, KOMPAS.com - Imas Mintarsih membangun usaha keripik jengkol yang ia beri merek "Oyoh De Kerupuk Jengkol" dari titik nol.
Awalnya, gadis asal Sumedang, Jawa Barat ini ingin menghidupkan kembali usaha keripik milik ibunya yang sempat mati, selepas ayahnya meninggal dunia pada 2014 lalu.
Bermodalkan panen jengkol dari kebun belakang rumah, Imas dan Ibunya memulai kembali usaha yang sempat dibangun sang Ibu pada 1980-an.
"Imas yang kepikiran, ngajakin Mamah, 'Mah gimana kalau jualan lagi', pas ada modal sedikit waktu itu, pokoknya bener-bener seadanya aja, ada jengkol di belakang rumah langsung diolah dijual," kata Imas kepada Kompas.com ketika ditemui Kompas.com saat acara Roadshow The Big Start Indonesia di kawasan Cihampelas, Bandung, Sabtu (21/7/2018).
Jengkol Naik Kelas
Sehingga, tidak hanya petani-petani di sekeliling rumahnya saja yang bisa menikmati hasil dari produksi keripik jengkol miliknya, tetapi juga petani di seluruh Sumedang.
"Imas mau booming-in jengkol dulu biar naik kelas, jadi enggak hanya beli dari (petani-petani) dekat rumah, tetapi bisa se-Sumedang," ujar Imas.
Untuk memroduksi keripikik jengkol yang ia olah menjadi 3 macam rasa, yakni barbeque, original, dan pedas ini, Imas membeli jengkol dari petani-petani tetangganya.
Setiap 1 kg jengkol yang dia beli dari kebun mereka, Imas hargai Rp 20.000,00. Padahal, ujar Imas, jika para petani menjual jengkol mereka ke tengkulak, harga yang ditawarkan bisa sangat jauh dari harga pasaran yang seharusnya.
"Kalau tengkulak bisa Rp 10.000,00 ke bawah. Jadi mereka juga kurang mau nanem jengkol per kebun," ujar Imas.
Selama ini, jengkol memang hanya ditanam untuk memenuhi lahan perkebunan yang kosong, sehingga tetap produktif. Selain itu, jengkol juga tanaman musiman yang tidak bisa dipanen setiap waktu.
Keluarga menentang
Tidak sedikit halangan yang harus dilalui Imas untuk membangun usaha keripik jengkolnya menjadi usaha yang lebih profesional.
Ia pun melakukan rebranding dengan berkali-kali mengganti kemasan dari yang berupa plastik biasa, kemudian alumunium foil dengan stiker, hingga kini dengan kemasan paper bag yang lebih modern, merupakan salah satu usaha yang ia tempuh agar keripik jengkolnya menjadi 'naik kelas' seperti yang ia cita-citakan.
Namun, ketika dirinya sibuk mengurus izin edar Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan setempat, kakaknya dan anggota keluarga yang lain sempat menentang.