Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Data Kemiskinan dan Peran Humas Zaman Now

Kompas.com - 07/08/2018, 05:11 WIB
Nufransa Wira Sakti,
Laksono Hari Wiwoho

Tim Redaksi

1. Penghitungan yang dilakukan adalah tidak benar. Untuk penghitungan poverty line, Bank Dunia tidak menggunakan nilai tukar kurs dolar sebagaimana yang dipakai dalam kurs sehari-hari.

Dalam penghitungan tersebut disampaikan bahwa kursnya Rp 13.300, sedangkan World Bank dalam penghitungannya menggunakan nilai tukar sebesar Rp 5.639 untuk tahun 2018 ini.

Nilai tukar ini berbeda karena memperhatikan purchasing power parity (PPP). Nilai tukar PPP didapat dengan memperbandingkan berapa banyak yang diperlukan untuk membeli sekaranjang barang dan jasa yang sama di masing-masing negara.

2. Untuk Indonesia garis kemiskinan 1,9 dollar PPP tahun 2018 setara dengan Rp 321.432 per kapita per bulan. Ini berarti 1,9 PPP angka kemiskinan untuk Indonesia adalah 4,6 persen dan jumlah orang yang di bawah garis kemiskinan adalah sekitar 12,15 juta jiwa.

Adapun angka kemiskinan nasional Indonesia yang baru dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka 9,82 persen dengan jumlah orang miskin sebesar 25,95 juta jiwa.

Jadi jumlah orang miskin berdasarkan 1,9 dolar PPP jauh lebih kecil dari 100 juta jiwa. Bahkan jauh lebih kecil dari jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan nasional.

3. Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan PPP dan garis kemiskinan nasional masing-masing negara untuk dua tujuan berbeda. Garis kemiskinan PPP digunakan untuk memonitor sampai sejauh mana dunia secara keseluruhan pada jalur yang tepat (on track) dalam menangggulangi kemiskinan ekstrem.

Adapun dalam melihat permasalahan kemiskinan, profil dan apa yang perlu dilakukan dalam mempercepat pengentasan kemiskinan di suatu negara, Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan yang digunakan otoritas statistik negara tersebut.

Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa garis kemiskinan tersebut sesuai dengan pilihan konsumsi orang miskin di negara tersebut.

Laporan Bank Dunia tentang kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia seperti "Making Indonesia Work for the Poor" (2006) maupun Indonesia Rising Divide (2015) sepenuhnya menggunakan garis kemiskinan BPS.

Pernyataan tersebut di atas segera diunggah pada akun Facebook Kementerian Keuangan dan tak lama kemudian mendapatkan banyak pemberitaan di media online.

Tak lama kemudian, Pak SBY juga langsung membalas dalam beberapa cuitan di Twitter, yang salah satunya sebagai berikut, "Ada pejabat negara yang mengatakan menurut BPS yg miskin hanya sekitar 26 juta. Tentu saya SANGAT MENGERTI angka itu *SBY*"

Dari jawabannya, terlihat bahwa Pak SBY menjawabnya secara langsung melalui Twitter. Media juga langsung memberitakan jawaban tersebut.

Terlepas dari materi jawabannya, apa yang disampaikan secara langsung oleh Pak SBY telah membuktikan bahwa humas zaman now sudah sangat berbeda dengan 5-10 tahun lalu.

Penggunaan media sosial ternyata cukup ampuh dalam meluruskan pemberitaan. Penggunaan bahasanya yang informal dan terlepas dari proses birokrasi dapat mempercepat proses distribusi informasi.

Tentu saja hal ini tidak bisa digunakan untuk hal yang perlu kajian mendalam seperti implementasi kebijakan atau pengumumannya yang maha penting.

Zaman sudah berubah, begitu juga dengan fungsi kehumasan. Siapa yang tidak dapat menyesuaikan akan tergilas oleh waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com