Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Negara Berutang?

Kompas.com - 21/08/2018, 15:03 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Polemik utang pemerintah belakangan ini memunculkan pertanyaan tersendiri yang dinilai cukup mendasar, yakni untuk apa sebuah negara berutang?

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) memberikan penjelasan bahwa utang sebagai salah satu instrumen dilakukan karena negara melakukan belanja dalam rangka pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Kalau bicara pemerintahan, tiap presiden saat kampanye, kan, punya fokus-fokus. Fokusnya itu, katakanlah Pak Jokowi sekarang infrastruktur, kesehatan, sumber daya manusia, itu kan perlu uang. Uangnya dihitung kebutuhannya untuk mencapai itu," kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kemenkeu Scenaider Siahaan saat ditemui pada Selasa (21/8/2018).

Karena itu, instrumen utang ditempuh untuk memenuhi kekurangan dari belanja pemerintah dalam tahun anggaran berjalan.

Menurut Scenaider, sebuah negara bisa saja tidak perlu berutang, namun harus ada beberapa hal yang disesuaikan jika langkah itu yang ditempuh.

Langkah yang dimaksud yaitu mengurangi belanja dan menyesuaikan dengan jumlah penerimaan negara, baik dari perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), maupun hibah.

Jika pemerintah mengurangi belanja, ada program-program yang pada akhirnya tidak terlaksana karena belanjanya tidak dimasukkan atau ditunda.

"Bisa juga belanjanya tetap fokus untuk yang penting, karena penerimaan hanya bisa memenuhi sebagian belanja, sisanya dipenuhi dari utang. Pertimbangan itu yang dilakukan selama budget masih defisit," tutur Scenaider.

Salah satu penyebab anggaran masih mengalami defisit, yakni belanja yang lebih besar dari penerimaan, adalah tingkat kepatuhan para Wajib Pajak. Jika penerimaan perpajakan, baik dari pajak dan bea cukai dapat optimal, maka belanja bisa dibiayai dengan porsi lebih besar yang berasal dari penerimaan negara, bukan dari utang.

"Poinnya adalah, untuk membiayai belanja tadi, logikanya kalau belanja enggak ada, utang enggak ada. Adapun utang sekarang efek dari belanja tadi. Belanja terjadi karena kebutuhan, kebutuhan untuk membangun Indonesia," ujar Scenaider.

Dari data Kemenkeu, posisi utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2018 sebesar Rp 4.253,02 triliun. Utang pemerintah pusat periode tersebut terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 779,71 triliun, pinjaman dalam negeri Rp 5,79 triliun.

Sementara Surat Berharga Negara (SBN) tercatat sebesar Rp 3.467,52 triliun di mana SBN denominasi rupiah sebesar Rp 2.442,82 triliun dan SBN denominasi valas Rp 1.024,71 triliun. Asumsi pendapatan domestik bruto (PDB) akhir Juli 2018 sebesar Rp 14.302,21 triliun, sehingga rasio utang terhadap PDB mencapai 29,74 persen.

Persentase tersebut masih jauh di bawah batas 60 persen terhadap PDB seperti yang tertera dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Whats New
IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com