Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei UGM: Peredaran Rokok Ilegal Turun

Kompas.com - 20/09/2018, 18:47 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) merilis hasil survei peredaran rokok ilegal untuk tahun 2018.

Dari hasil survei tersebut, didapati peredaran rokok ilegal turun jadi 7,04 persen tahun ini di mana tahun lalu masih sebesar 10,9 persen.

"Artinya, dari 100 bungkus rokok yang dijumpai di warung-warung terdapat 7,04 bungkus rokok yang melanggar," kata peneliti P2EB FEB UGM Arti Adji melalui konferensi pers di Kementerian Keuangan, Kamis (20/9/2018) sore.

Arti menjelaskan, survei ini menggunakan pendekatan dengan pembelian rokok di tempat-tempat penjualan dalam rangka melihat seberapa besar penyebaran rokok ilegal. Pendekatan ini telah dilakukan sejak penelitian tahun 2010 lalu, berbeda dengan pendekatan di luar negeri yang menghitung rokok ilegal dari jumlah sampah bungkus rokok.

Baca juga: Asosiasi: Tarif Cukai Naik, Rokok Ilegal Akan Semakin Marak

Pembelian sampel rokok dilakukan di 73 kabupaten/kota dengan komposisi 17 kabupaten/kota kategori tingkat konsumsi rokok tinggi, 38 kabupaten/kota kategori tingkat konsumsi menengah, dan 18 kabupaten/kota dengan tingkat konsumsi rendah.

Pemilihan kabupaten/kota dilakukan secara acak berdasarkan stratifikasi tingkat konsumsi rokok. Di tiap kabupaten, diambil pula 4 desa secara acak sehingga diperoleh 292 desa terpilih untuk penelitian lebih lanjut.

Peredaran rokok ilegal tertinggi sempat terjadi pada tahun 2016, yaitu sebesar 12,1 persen. Adapun faktor utama penyebab turunnya peredaran rokok ilegal adalah peningkatan intensitas penindakan oleh petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan.

"Turunnya persentase rokok ilegal secara nasional mengindikasikan program penurunan rokok ilegal berhasil. Turunnya persentase rokok ilegal juga akan berkaitan positif dengan sektor kesehatan dan sektor perindustrian," tutur Arti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com