JAKARTA, KOMPAS.com — Adanya aplikasi pinjaman online alias fintech peer to peer lending membuat masyarakat semakin mudah melakukan pinjaman uang tanpa melalui bank yang memililki birokrasi berbelit-belit atau menggadai barang.
Apalagi, syarat yang diajukan cukup mudah, hanya perlu menyerahkan salinan KTP, lembar pertama buku tabungan, dan dokumen lainnya.
Saking mudahnya, penggunaan aplikasi ini seolah candu. Peminjam bisa langsung membuka akun di aplikasi pinjaman online lainnya untuk menutupi utang sebelumnya. Hal inilah yang membuat aplikasi pinjaman online ini seperti lingkaran setan.
Pengacara publik LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan, pola tersebut diketahui setelah adanya pengaduan pengguna aplikasi pinjaman online ke LBH Jakarta. Diduga ada pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan aplikasi tersebut dalam berbagai bentuk.
Baca juga: Dugaan Pelanggaran Fintech: Bocorkan Data Pribadi hingga Pelecehan Seksual
Jeanny mengatakan, mayoritas pengadu memiliki hingga lima aplikasi pinjaman online. Namun, ada sebagian yang menggunakan puluhan aplikasi untuk meminjam uang.
"Bahkan sampai ada yang menggunakan 36-40 aplikasi," kata Jeanny di kantor LBH, Jakarta, Minggu (9/12/2018).
Jeanny mengatakan, sebenarnya besaran uang yang dipinjam di aplikasi tersebut tidak terlalu besar, rata-rata tak lebih dari Rp 2 juta. Namun, saat penagihan, mereka dituntut membayar berkali lipat karena bunga yang sangat tinggi.
Karena uang yang dibayarkan terlalu besar, peminjam terpaksa meminjam uang ke tempat lain. Salah satu tempat peminjaman yang paling cepat mencairkan dana adalah aplikasi-aplikasi tersebut. Namun, pinjaman yang bisa ditarik pun jumlahnya terbatas dan hanya bisa menutupi bunga pinjaman di aplikasi sebelumnya.
"Itu terus berlangsung sampai bisa menggunakan 40 aplikasi, terjerat mata rantai pinjaman online yang kayak lingkaran setan," kata Jeanny.
LBH Jakarta menghimpun 14 dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan aplikasi pinjaman online. Menurut dia, sebagian besar masalah tersebut muncul karena minimnya perlindungan data pribadi bagi pengguna aplikasi pinjaman online. Hal ini terbukti dengan mudahnya penyelenggara aplikasi mendapat data pribadi dan foto peminjam.
Baca juga: Asosiasi Fintech: Nasabah Bandel akan Masuk Daftar Hitam Industri Keuangan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.