Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengelola Dilema Mengejar Pertumbuhan Ekonomi di 2019

Kompas.com - 15/12/2018, 19:56 WIB
Yoga Sukmana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekspektasi besar pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2019 akan dihadapkan pada situasi dan kondisi dilematis.

Begitu kata pengamat ekonomi Nawir Messi.

Sama seperti tahun ini, tekanan kepada nilai tukar rupiah diyakini belum akan mereda.

Sementara itu, upaya menggenjot ekonomi punya konsekuensi peningkatkan impor yang bisa berimbas kepada pelemahan rupiah.

"Komponen impornya pasti akan tinggi di tengah tekanan nilai tukar yang begitu kencang sekarang," ujarnya dalam acara diskusi, Jakarta, Sabtu (15/12/2019).

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dua negara mitra dagang Indonesia, Amerika Serikat dan China diproyeksikan turun tahun depan.

Ekonomi AS diproyeksikan hanya 2,6-2,7 persen, sedangkan China 6 persen.

Kondisi ini dinilai akan memengaruhi ekspor Indonesia kepada kedua negara tersebut.

Sementara itu, investasi langsung juga dinilai tak akan besar menyusul pelemahan kondisi ekonomi global.

Dari sisi konsumsi, Nawir mengatakan, ada hal yang perlu dicermati. Pertumbuhan sekitar ritel rata-rata hanya 4,3 persen pada tiga kuartal terakhir 2018. Padahal sejak 2011-2017, kata dia, sektor ini tumbuh double digit.

Pertumbuhan sektor ritel yang hanya 4 persen itu, kata dia, akan tercermin dari konsumsi rumah tangga yang stagnan.

Padahal, konsumsi rumah tangga adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lalu bagaimana dengan swasta? Indikator yang paling gampang melihat ekspektasi privat sector adalah iklan. Bila dilihat pertumbuhan iklan, kata dia, maka selama 3 kuartal 2018 hanya 4 persen.

"Padahal iklan itu selalu double digit. Kalau privat sector itu mengalami persoalan yang pertama uang di-cut itu pasti iklan. Selama 3 kuartal terahir ini hanya 4 persen pertumbuhannya, itu pun 50 persen di dominasi oleh iklan pemerintah," kata dia.

Melihat kondisi itu, Nawir menilai, perlunya mengelola kondisi dilematis. Di satu sisi, pemerintah ingin menggenjot pertumbuhan ekonomi, sementara di sisi lain kebutuhan barang impor bisa kian besar.

"Jadi memastikan proses stabilisasi terus berlanjut tanpa harus lari kencang mengejar pertumbuhan yang tinggi. Saya rasa itu penting karena kalau pilihan kedua yang dilakukan, maka saya percaya tekanan terhadap nilai tukar tetap akan kencang," kata dia

"Sebab permintaan terhadap komponen impor akan sangat meningkat. Jadi saya kira dilema seperti itu yang harus dikelola tahun depan," pungkas mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Whats New
'Buka-bukaan' Menteri KKP soal Aturan Penangkapan Ikan Terukur, Akui Banyak Diprotes

"Buka-bukaan" Menteri KKP soal Aturan Penangkapan Ikan Terukur, Akui Banyak Diprotes

Whats New
Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA-S1, Simak Persyaratannya

Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA-S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Bos BI Percaya Digitalisasi Bisa Dorong RI jadi Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas

Bos BI Percaya Digitalisasi Bisa Dorong RI jadi Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas

Whats New
Rincian Biaya Admin BRI BritAma 2024 per Bulan

Rincian Biaya Admin BRI BritAma 2024 per Bulan

Spend Smart
BRI Finance Beri Pinjaman sampai Rp 500 Juta dengan Jaminan BPKB

BRI Finance Beri Pinjaman sampai Rp 500 Juta dengan Jaminan BPKB

Whats New
Permintaan Cetakan Sarung Tangan Karet Naik, Kerek Laba MARK 134 Persen pada Kuartal I-2024

Permintaan Cetakan Sarung Tangan Karet Naik, Kerek Laba MARK 134 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Whats New
IHSG 'Bullish,' Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG "Bullish," Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Harga Emas Terbaru 29 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 29 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Detail Harga Emas Antam Senin 29 April 2024

Detail Harga Emas Antam Senin 29 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Senin 29 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Senin 29 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Bagaimana Proyeksi IHSG Hari Ini? Simak Rekomendasi Sahamnya

Bagaimana Proyeksi IHSG Hari Ini? Simak Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Whats New
[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com