PERTENGAHAN tahun ini saya diundang menjadi salah satu pengisi acara diskusi mengenai Education 4.0 oleh sebuah lembaga pendidikan yang cukup dikenal karena prestasi siswa-siswinya di berbagai kompetisi keilmuan internasional.
Saya terpaksa mencari referensi sebanyak mungkin untuk menyiapkan materi saya, bukan tentang Education 4.0 itu sendiri, tetapi setengah mati saya mencari referensi tentang Education 1.0, lalu 2.0 dan juga 3.0.
Jujur saja, saya merasa baru bisa berbicara tentang Education 4.0 dengan pede hanya setelah memahami perjalanan panjang dari Education 1.0 hingga lahirnya 4.0. Saya tidak mengambilnya dari sudut pandang sejarah.
Keilmuan saya, juga pekerjaan saya sehari-hari, adalah membaca pola, menemukan probabilitas, dan bila memungkinkan, membuat perencanaan agar trajektori yang saya maksudkan tadi sesuai antara kecenderungan pola-pola terdahulu dengan probabilitas di masa mendatang. Sangat pragmatis!
Akhirnya tak ada yang benar-benar bisa jadi referensi. Dan saya pun tak mau mengarang cerita soal Education 1.0, 2.0 atau 3.0. Saya menyerah.
Namun karena ada tiga pembicara yang lain, saya hanya bisa berharap bahwa saya mendapatkan urutan terakhir mengisi sesi, sembari meraba-raba bagaimana topik Education 4.0 sebaiknya dibicarakan.
Dalam diskusi itu, akhirnya muncul satu kata kunci yang sangat penting: alignment. Keselarasan. Keterkaitan, dan sekaligus keterhubungan.
Alignment, hmm...bagi saya itu tak jauh beda dengan milestones dalam trajektori, atau semacam pit-stop dalam lintasan trek balap MotoGP. Itu adalah titik-titik keselarasan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, lalu masa kini dengan masa depan.
Untuk mencari padanan paling sederhana dalam Education 4.0 ini, alignment menjadi sangat penting karena ujung-ujungnya adalah berapa besar value yang diciptakan serta didistribusikan.
Waktu saya memakai formulasi ini untuk memahami konsep Industry 4.0 yang sudah lebih dulu populer dan yang trajektorinya dicatat resmi oleh sejarah, ternyata ‘alignment’ dan ‘future distributed-value’ ini selalu ada.
Dalam diskusi mengenai Education 4.0 tadi, alignment mengacu pada dua hal: kurikulum pendidikan, dan metodologi proses belajar-mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan peserta didik. Singkatnya, content dan delivery.
Dalam diskusi waktu itu, tak ada perdebatan sengit. Tampaknya semua sepakat bahwa baik kurikulum dan metodologi pembelajaran harus diperbaiki, diubah-suai, agar selaras dengan probabilitas seperti apa dunia kerja – atau pasar masa depan - akan menyerap para lulusan yang mereka hasilkan. Saya juga sepakat. Peristiwa diskusi itu lalu saya lupakan untuk sesaat.
Tak lama setelah itu saya pun menemukan banyak terminologi baru yang di belakangnya di-embel-embeli 4.0: Healthcare 4.0, Fashion 4.0, Corporate Governance 4.0, Culture 4.0, Energy 4.0, dan sebenarnya para pembaca boleh membuat sendiri semuanya yang serba 4.0.
Dalam banyak diskusi, pertanyaan-pertanyaan seperti ‘kemana perginya kapal-kapal layar’, atau kemana hilangnya kertas-kertas karbon dan mesin ketik, telah memenuhi diskusi-diskusi soal disrupsi maupun shifting.
Tetapi, apakah pengetahuan kita akan bertambah dengan mengetahui ke mana perginya kapal-kapal layar, kertas karbon dan mesin ketik itu, atau mengapa semuanya menghilang?