Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Tarif Ojol Naik, Driver Merugi dan Kemacetan Tambah Parah

Kompas.com - 11/02/2019, 20:33 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana kenaikan tarif ojek online (ojol) saat ini sudah mencuat ke publik dan ramai dibicarakan. Apalagi, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengeluarkan regulasi yang di dalamnya mengatur soal tarif ojol.

Setidaknya, ada dua efek domino jika tarif ini resmi naik berdasarkan hasil kajian Research Institute of Socio-economic Development (Rised). Yakni driver yang merugi dan menambah kemacetan.

Ketua Tim Peneliti Rised, Rumayya Batubara mengatakan, kenaikan tarif memang bertujuan untuk meningkatkan dan menambah pendapatan para driver. Namun di sisi lain juga harus dilihat, karena masyarakat akan lebih selektif dengan adanya tarif baru.

"Sesuai wacana yang berkembang belakangan ini, (tarif baru) Rp3.100, maka ada kemungkinan para driver yang tadinya ingin mendapatkan tambahan pendapatan dari kenaikan tarif, tapi malah kehilangan konsumen, malah turun," kata Rumayya di Jakarta, Senin (11/2/2019).

Menurut dia, masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa ini akan mencari atau menggunakan alternatif baru jika berpergian selain ojol. Sehingga, dari permintaan ojok yang tadinya tinggi justru menurun atau berbanding terbalik dari alasan kenaikan tarif tersebut.

"Karena ternyata bisnis ini, konsumen sangat sensitif terhadap harga. Alih-alih mendapatkan keuntungan justru pengurangan pendapatan," tuturnya.

Ia menilai, efek dari kenaikan tarif ojol ini tak hanya mengurangi pendapatan para driver saja, namun ada dampak negatif lebih besar yakni pengangguran. Artinya, jika permintaan jasa ini berkurang maka bukan tidak mungkin para driver akan berhenti beroperasi alias "gantung kunci".

"(Dampaknya) ini bisa kemana-mana ujungnya. Mereka kemudian benhenti menjadi driver ojol karena income-nya tak memenuhi. Bisa pengangguran dan lain-lain," bebernya.

Selain itu, Rumayya menambahkan dampak lain dari kenaikan tarif ojol ini akan mempengaruhi tingkat kemacetan lalu lintas. Kenaikan tarif baru ini membuat masyarakat kembali menggunakan kendaraan pribadi yang sebelumnya gunakan jasa ojol.

"Kenaikan tarif berpotensi memperparah kemacetan. Sehingga (konsumen) kembali menggunakan kendaraan pribadi," sebutnya.

Ia menilai, kenaikan tarif ojol tak hanya berdampak negatif bagi konsumen dan mitra pengemudi namun lebih dari itu.

"Bayangkan kalau kemudian kita menaikkan tarif ojol, jadi yang tadinya sudah nyaman menggunakan ojol, bisa kembali lagi menggunakan kendaraan pribadi," imbuhnya.

Berdasarkan hasil survei Rised yang dilakukan pada Januari lalu, terungkap secara garis besar ojol dimanfaatkan konsumen atau pungguna untuk menunjang aktivitasnya. Mulai pergi ke kantor hingga ke stasiun transportasi publik.

"71 persen memanfatkan ojol untuk (pergi) sekolah dan kantor. 40 persen menggunakan ojol untuk pergi ke stasiun atau terminal. Artinya, ini menjadi supporting system transportasi publik yang sudah ada," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com