Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

INDEF: Menurunkan Harga Avtur Akan Membebani Pertamina

Kompas.com - 12/02/2019, 21:38 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattof menilai permintaan pemerintah kepada Pertamina untuk menurunkan harga avtur akan menjadi bom waktu.

Sebab, jika harga avtur dipangkas dikhawatirkan akan mengganggu kinerja keuangan perusahaan minyak dan gas plat merah itu.

"Ini enggak bagus, kayak bom waktu. Pertama akan terus merongrong Pertamina, membebani Pertamina di tengah tekanan yang dihadapi pertamina saat ini," ujar Abra saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/2/2019).

Menurut dia, penurunan harga avtur hanya akan menjadi solusi jangka pendek bagi masalah harga tiket pesawat terbang yang dianggap terlalu mahal. Sebab, kata Abra, biaya operasional maskapai tak hanya berasal dari harga bahan bakar saja.

"Masih ada komponen lain yang lebih besar, yaitu biaya perawatan, leasing pesawat. Saya pikir kalau solusi menurunkan harga tiket pesawat itu bukan hanya karena harga avtur, tapi juga dari yang lain, dari pengadaan pesawat dan maintenance," kata Abra

"Kalau pemerintah harus cari solusi, solusinya harus bersifat komprehensif dan tidak membebani satu pihak saja," sambungnya.

Abra menambahkan, laba Pertamina di Kuartal III 2018 telah merosot drastis ketimbang 2017 lalu. Jika Pertamina harus menurunkan harga avtur dikhawatirkan akan makin memperburuk keuangannya.

"Tahun lalu di kuartal III laba pertamina merosot jadi Rp 5 triliun. Merosot 81 persen ketimbang 2017 dengan menanggung berbagai macam kebijakan pemerintah. Jika ditambah ini, saya pikir Pertamina jangan dijadikan kambing hitam, menjadi sasak tinju. Pertamina sebagai aset strategis milik bangsa. Kita harus lihat jangka panjang, seharusnya kita support pertamina bisa tumbuh lebih berkembang lagi," ucap dia.

Mengenai peryataan Presiden Joko Widodo yang menyebut saat ini laba Pertamina sebanyak Rp 20 triliun, Abra menilai hal tersebut karena dipengaruhi suatu faktor. Namun, faktor yang mendorong peningkatan laba itu belum bisa dikonfirmasi kebenaranya.

"Ini dugaan awal, laba pertamina tiba-tiba melonjak karena memang pemerintah punya tunggakan subsidi selama 4 tahun dari 2015. Baru dibayar sekarang, jadi subsidi dibayar, laba pertamina melonjak," ujar Abra.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan memanggil Direktur Utama PT Pertamina setelah mendengar keluhan pengusaha hotel terkait mahalnya harga avtur yang berakibat pada tingginya harga tiket pesawat dan sepinya kamar-kamar hotel di daerah.

"Berkaitan dengan harga tiket pesawat, saya terus terang juga kaget. Dan malam hari ini saya juga baru tahu dari Pak Chairul Tanjung. Mengenai avtur, ternyata avtur yang dijual di Soekarno-Hatta itu domonopoli oleh Pertamina," ujar Jokowi saat menghadiri perayaan HUT Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (11/2/2019).

Ia menyadari monopoli avtur oleh Pertamina mengakibatkan tingginya bahan bakar pesawat itu. Karena itu, ia berencana memberi dua pilihan kepada Pertamina, yakni menurunkan harga atau mengizinkan perusahaan minyak lain untuk menjual avtur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com