Kombinasi dari sebagian dana mereka serta tambahan modal eksternal tentu akan menjadikan mereka lebih leluasa membuat berbagai strategi pengembangan usaha.
Dengan demikian FinTech menjadi pilihan paling masuk akal, selain karena ‘birokrasi’-nya lebih sederhana, prosesnya lebih cepat, dan menggunakan teknologi untuk mem-profiling calon nasabah, sehingga risiko default relatif bisa terprediksi jauh hari.
Sistem di atas belumlah sempurna. Ditambah dengan regulasi yang belum benar-benar solid serta masih lemahnya tingkat keamanan optimal baik dari sisi pengusaha FinTech maupun nasabahnya, FinTech di negeri ini masih seperti bisnis coba-coba yang secara alamiah akan diseleksi oleh pasar dan otoritas keuangan.
Ke depan, jumlah FinTech yang akan beroperasi jelas akan mengerucut menjadi beberapa saja, namun yang terbaik.
Teknologi yang dikemas dalam berbagai aplikasi di gawai dan peralatan kerja dalam spirit Industry 4.0 telah melipat segala hal yang rumit, besar, sangat berisiko, membebani, menjadi sesuatu yang sederhana, menyenangkan, tiak membebani, dan yang sangat penting dalam hal ini adalah interkoneksi. Suatu situasi keterhubungan.
Sumber daya tak lagi menjadi primadona. Ekosistem yang saling melengkapi, mewadahi, dan compatible menjadi kunci dari semua proses di dalam konteks Industry 4.0. Begitu juga dengan FinTech.
Sebagian besar dari kita sangat paham bahwa mendigitalkan sebuah proses konvensional tak serta merta mengubah model bisnis suatu usaha. Ibarat kata, mendigitalkan suatu proses mirip dengan mengganti mesin ketik mekanik yang berisik dengan mesin ketik elektrik. Tetap saja itu sebuah mesin ketik.
Nah beda cerita bila transformasi yang dilakukan adalah mengganti mesin ketik mekanik dengan sebuah laptop, atau smartphone dengan fungsi sangat lengkap, maka proses tersebut sudah mengubah – dalam konteks FinTech - ‘model bisnis’ yang sama sekali baru: fungsinya, cara kerjanya, bagaimana mesin tersebut berinteraksi dengan manusia sebagai operatornya, dan bagaimana mesin itu berinteraksi dengan mesin lainnya. New animal!
Pentingnya faktor ekosistem dalam FinTech diuji bagaimana sebuah perusahaan fintech terkoneksi dengan berbagai bisnis – termasuk yang retail sekalipun – dan bagaimana proses monetisasi menjadi bersifat masal dan terus menerus.
Tak akan pernah selesai membahas FinTech hanya dengan menontonnya. Kita akan lebih mampu menyelaminya saat kita sendiri menjadi bagian di dalamnya, menjadi bagian dari sebuah ekosistem beyond conventionality – atau seperti memakai metafore mesin ketik tadi, menjadi begian dari sebuah evolusi beyond mechanic – beyond analog.
Apapun diskursus soal fintech, benarlah apa kata Jim Marous, seorang Publisher di Digital Banking Report. Katanya, “Financial Institutions must be able to deliver and easy to navigate, a seamless digital platform that goes beyond a miniaturized online banking platform.” (AC Mahendra K Datu)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.