Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turunnya Daya Beli Masyarakat Jadi Tantangan Perekonomian RI

Kompas.com - 26/07/2017, 14:33 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perekonomian Indonesia pada tahun ini dinilai sudah lebih baik dibandingkan tahun lalu. Namun, ada beberapa hal yang membuat perekonomian tidak dapat melesat kencang seperti yang diharapkan.

Director Investor Relation and Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menjelaskan, ada beberapa hal yang membebani laju perekonomian. Dari sisi internal, tantangannya adalah penurunan daya beli.

"Penurunan ini disebabkan karena penurunan harga komoditas, kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah dan perubahan pola konsumsi masyarakat," ujar Budi dalam pernyataan resmi, Rabu (26/7/2017).

Di pasar komoditas, harga minyak tertekan karena kelebihan pasokan. Penurunan harga minyak juga mempengaruhi harga karet alam.

Permintaan komoditas lain yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) dari China menurun, sehingga membuat harganya yang sudah perlahan naik kembali tertahan bahkan cenderung turun. Penurunan harga komoditas ini berdampak pada pendapatan masyarakat.

Inflasi pada paruh pertama tahun ini tercatat sebesar 2,38 persen. Jika diperhatikan lebih jauh, terlihat bahwa inflasi akibat harga-harga yang diatur oleh pemerintah (administered inflation) naik paling tinggi.

Sejak awal tahun hingga akhir Juni lalu, inflasi administered prices naik 7,8 persen, paling tinggi di antara pembentuk inflasi lainnya. Hal yang termasuk administered inflation antara lain adalah harga listrik, harga bahan bakar dan harga gas.

Inflasi kedua tertinggi adalah rumah, sebesar 4,24 persen dan transportasi serta komunikasi sebesar 4,2 persen.

“Ketika harga-harga yang ditetapkan pemerintah naik, orang cenderung akan mengurangi pemakaiannya, atau memangkas pos pengeluaran lain. Sehingga, bisa jadi masyarakat jadi menunda pembelian baju,” ujar Budi.

Kenaikan harga  yang dibarengi pula dengan penurunan harga komoditas membuat masyarakat menahan diri untuk tidak terlalu banyak berbelanja. Pola belanja pun sudah berubah dan konsumen tidak lagi datang ke toko, melainkan lebih senang berbelanja secara online.

Menurut Budi, pemerintah menyadari keadaan tersebut. Pada revisi RAPBN, pemerintah menambah subsidi dan berkomitmen untuk tidak menaikkan harga lagi.

Selain itu, pemerintah juga mengajukan defisit anggaran yang lebih besar agar dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan. 

“Dampaknya, proyeksi indeks  agak lebih rendah, naik 16,6 persen menjadi 6.174 dari sebelumnya 17,67 persen,” kata Budi.

Namun, Bahana TCW tetap optimistis dengan perkembangan pasar saham dan obligasi hingga akhir tahun nanti. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mencapai 5,1 persen, dengan laju inflasi 4,3 persen dan rata-rata kurs rupiah terhadap dolar AS pada Rp 13.450.

Setelah pemeringkat S&P memberikan kenaikan peringkat Mei lalu, diperkirakan para investor institusi asing yang konservatif masih terus masuk ke pasar obligasi dan membuat harga obligasi meningkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com