JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga akhir tahun 2017, defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diprediksi mencapai Rp 3,6 triliun.
Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari mengatakan, tidak sebandingnya pemasukan nilai iuran dengan besarnya biaya pengeluaran menjadi penyebab utama defisit anggaran tersebut.
"Nilai defisit yang kami perkirakan Rp 3,6 triliun, jadi memang sudah berkali-kali disampaikan besaran iuran yang ditetapkan tidak sesuai dengan perhitungan," ujar Andayani saat konferensi pers di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
Andayani mengatakan, guna mengatasi persoalan tersebut pihaknya tengah membidik kepesertaan baru dari masyarakat golongan sehat.
"Makanya kami ingin menggenjot orang-orang yang sehat ini, harapannya kalau yang masuk (daftar) yang sehat maka tidak ada tambahan kasus (pengobatan) di rumah sakit," jelasnya.
Andayani berharap, ke depan akan semakin banyak orang yang menjadi peserta dalam program jaminan kesehatan nasional maupun kartu Indonesia sehat (JKN-KIS).
"Nantinya kami punya data penduduk yang belum terdaftar, jadi kami ibaratnya berburu di kebun binatang, atau dengan sasaran orang-orang yang belum menjadi peserta JKN-KIS, ini sedang kami proses," ungkapnya.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, defisit anggaran pada semester I 2017 sekitar Rp 5,8 triliun. Pengeluaran BPJS Kesehatan mencapai Rp 41,5 triliun, sedangkan penerimaannya hanya sekitar Rp 35,6 triliun.
Hingga 15 September 2017, peserta JKN-KIS mencapai 181.701.561 jiwa. Dalam hal pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 21.109 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 5.568 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.