Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bitcoin Kini Tembus Rp 82 Juta Per Keping, Apa Sebabnya?

Kompas.com - 22/10/2017, 13:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

Sumber CNBC

KOMPAS.com - Harga mata uang virtual atau cryptocurrency bitcoin terus meroket. laporan dari website industri CoinDesk melaporkan bahwa pada Sabtu (21/10/2017) harga bitcoin menembus 6.100 dollar AS atau Rp 82,35 juta (kurs Rp 13.500).

Apa penyebabnya? Seperti dikutip dari CNBC, salah satu penyebabnya adalah naiknya permintaan akan bitcoin, sebelum mata uang tersebut dipecah (split) yang dikenal dengan sebutan "fork".

"Fork" ini akan menciptakan mata uang virtual baru turunan bitcoin, yakni bitcoin gold. Pemegang bitcoin akan mendapatkan sejumlah bitcoin gold saat mata uang virtual baru tersebut diterbitkan, dalam artian sederhananya, mereka akan mendapatkan duit gratis.

Alex Sunnarborg, mitra pendiri perusahaan pengelola dana cryptocurrency Tetras Capital mengatakan, pada pemegang bitcoin sebenarnya bertaruh sebagai pemegang bitcoin, walaupun ada pemisahan.

(Baca: Hati-hati, Ada Risiko di Balik Penguatan Bitcoin)

Sebab, bitcoin sudah melakukan "fork" di Agustus ketika cryptocurrency baru tercipta bernama bitcoin cash. Setelah "fork" ini, bitcoin terus menguat.

Selain itu, penguatan bitcoin juga disebabkan oleh rumor yang beredar bahwa China akan mencabut larangan penggunaan cryptocurrency untuk transaksi. Rumor ini semakin membuat bitcoin menguat.

Selanjutnya, bitcoin juga menguat akibat blunder perusahaan besar seperti JPMorgan Chase yang mengejek bitcoin. Sebelumnya CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon mengatakan bahwa bitcoin merupakan "fraud" atau penipuan. Sementara orang yang berinvestasi ke bitcoin adalah "orang bodoh."

Dalam pemungutan data yang dilakukan CNBC pekan lalu, separuh responden menilai harga bitcoin akan terus merangkak ke level 10.000 dollar AS.

Salah satu hegde fund manager, Michael Novogratz mengatakan ke CNBC bahwa bitcoin akan tembus level 10.000 dollar AS dalam 10 bulan ke depan. Estimasi ini tentu saja turut memperkuat permintaan akan bitcoin.

Faktor lain, yakni perusahaan-perusahaan besar serta sejumlah negara mulai terbuka akan penggunaan mata uang virtual. Jepang misalnya, negeri Matahari Terbit ini memperbolehkan perusahaan lokal menerima pembayaran dalam bentuk mata uang digital.

Menurut website CryptoCompare, Sabtu (21/10/2017), sebanyak 57 persen perdagangan bitcoin dilakukan dalam mata uang yen.

Namun, masih banyak negara yang enggan merangkul mata uang virtual sebagai mata uang resmi dalam transaksi pembayaran, bahkan di China. Di banyak negara tersebut, cryptocurency masih terkendala aturan dan regulasi.

Selain itu, bagi yang berminat untuk berinvestasi juga harus berhati-hati, sebab bitcoin sendiri sudah naik 500 persen hanya dalam waktu setahun belakangan.

 

Kompas TV Jauh sebelum ada mata uang Rupiah, kerajaan di nusantara sudah memiliki mata uang sendiri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Spend Smart
Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com