Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Pemerintah Godok Aturan tentang "Seaplane"

Kompas.com - 27/03/2018, 08:18 WIB
Kurniasih Budi

Penulis


KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tengah menyiapkan aturan dan standar terkait pengoperasian pesawat amphibi (seaplane) di Indonesia. Tujuannya, membuka akses daerah terpencil dan pulau kecil serta menunjang pariwisata, utamanya nomadic tourism.

Aturan dan standar tersebut di antaranya akan berisi tentang aerodrome (pelabuhan udara) pesawat amphibi  baik di pantai maupun di sungai serta jenis-jenis pesawat amphibi yang bisa beroperasi.

Pemerintah tengah menyiapkan regulasi dengan mengacu pada Annex Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) terutama annex 14 tentang aerodromes serta UU no. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan no. PM 74 tahun 2013 tentang CASR 139 Aerodromes.

Peraturan baru ini akan berkaitan tentang tata cara operasional dan jenis-jenis pesawat amphibi yang bisa beroperasi. Hal ini mengingat ada keinginan dari PT Dirgantara Indonesia selaku pabrik pembuat pesawat di Indonesia untuk melengkapi pesawat yang saat ini sedang dikembangkan, yaitu N219 dengan perlengkapan-perlengkapan amphibi.

(Baca: Kemenpar Gencarkan Nomadic Tourism pada 2018, Apa Itu?)

Selama ini, Indonesia masih memakai aturan-aturan dan kriteria yang dikembangkan oleh masing-masing produsen pesawat tersebut. Dengan peraturan baru ini nantinya akan menjadi jaminan bagi operator untuk pengoperasian pesawat-pesawat amphibi di Indonesia dengan selamat, aman dan nyaman. 

"Jadi nanti aturannya lengkap, terkait dengan operasional serta bisnis penerbangannya dan juga terkait dengan industri pesawatnya,” kata Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Agus Santoso, dalam siaran pers, Senin (26/3/2018).

Dirjen Perhubungan Udara, Agus Santoso, mengatakan pemerintah tengah menyiapkan aturan terkait seaplane, Senin (26/3/2018). Keberadaan seaplane akan mendukung nomadic tourism dan membuka keterisolasian daerah terpencil.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Dirjen Perhubungan Udara, Agus Santoso, mengatakan pemerintah tengah menyiapkan aturan terkait seaplane, Senin (26/3/2018). Keberadaan seaplane akan mendukung nomadic tourism dan membuka keterisolasian daerah terpencil.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai garis pantai yang sangat panjang baik itu di pulau besar maupun pulau kecil. Selain itu, Indonesia punya sungai-sungai yang besar dan panjang.

Jaman dulu, sungai dan laut menjadi sarana transportasi bagi penduduk di pulau-pulau kecil dan pedalaman untuk menuju kota. Penggunaan transportasi di perairan kerap terkendala ombak laut yang besar atau pendangkalan sungai sehingga kapal tidak bisa berlayar.

"Untuk itu, kami siapkan transportasi udara dengan pesawat amphibi ini yang lebih cepat dan sedikit hambatannya,” ujarnya.

Menurut Agus, penyiapan aerodrome di perairan lebih murah biayanya dibandingkan dengan di darat. Selain itu, pencarian lokasinya juga relatif lebih mudah dan tidak banyak hambatan (obstacle) geografis dibanding di daratan yang lebih susah, karena membutuhkan lahan datar yang luas dengan obstacle yang minim.

Bandara Bintan BaruDok. Humas Ditjen Hubud Bandara Bintan Baru

Ia berharap, aturan ini segera terwujud secepatnya sehingga ke depannya angkutan udara amphibi (perairan) ini bisa menjadi transportasi massal di Indonesia.

Selain itu, angkutan amphibi dapat menunjang pariwisata serta membuka keterisolasian daerah dan pulau-pulau kecil yang terpencil yang tidak mempunyai bandar udara. Dengan demikian, harga tiketnya menjadi lebih murah serta bisa dinikmati lebih banyak masyarakat terutama yang di pedalaman.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara selalu berupaya untuk memberikan pelayanan kepada kepentingan konektivitas transportasi tidak hanya udara, tetapi juga antarmoda agar instruksi Presiden Jokowi untuk memperkuat konektivitas makin cepat terealisasi.

Saat ini, pesawat-pesawat amphibi yang beroperasi semakin banyak di Indonesia. Selain itu juga sudah ada maskapai yang menguji coba pengoperasian pesawat amphibi di Indonesia, terutama berkaitan dengan pariwisata ke pulau-pulau kecil nan eksotik.

Sejumlah wisatawan berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Pantai Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (10/10/2017). PT PLN (Persero) memprediksi kebutuhan listrik di KEK Mandalika itu baru sebesar 65 MW pada 2025, dan akan mencapai 111 MW pada 2030.ANTARA FOTO/AHMAD SUBAIDI Sejumlah wisatawan berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Pantai Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (10/10/2017). PT PLN (Persero) memprediksi kebutuhan listrik di KEK Mandalika itu baru sebesar 65 MW pada 2025, dan akan mencapai 111 MW pada 2030.

Seperti diketahui, Kementerian Pariwisata sedang menyiapkan pariwisata nomadik (nomadic tourism) di empat destinasi prioritas sebagai percontohan, yaitu Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Borobudur.

Salah satu sifat pariwisata jenis ini adalah sarana amenitas atau akomodasinya bisa dipindah-pindah. Aksesibilitasnya yang sangat penting adalah seaplane yang bisa membawa wisatawan dari pulau ke pulau di Indonesia dengan lebih mudah dan cepat.

Dengan kondisi yang demikian, Agus Santoso yakin bahwa angkutan amphibi akan berkembang pesat di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com