Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementan Dorong Satgas Pangan Selidiki Impor Bawang Merah Ilegal

Kompas.com - 04/05/2018, 15:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com
—Satgas Pangan didesak menindaklanjuti dan menyelidiki dugaan masuknya bawang merah impor ilegal yang diduga berasal dari India. Temuan di lapangan mendapati bawang merah impor yang tidak sesuai ketentuan.

"Jika ditemukan indikasi ilegal baik pemasukan maupun penyalahgunaan izin dan rekomendasi impor, harus dikenakan sanksi pidana," tegas Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Antarjo Dikin, dalam siaran pers-nya, Jumat (4/5/2018).

Selain mendesak penyelidikan atas dugaan impor ilegal tersebut, Antarjo mengatakan pengawasan bersama oleh Kementerian Pertanian, TNI, dan Polri di zona rawan penyelundupan akan terus dilakukan.

Selama ini, tutur Antarjo, pengawasan masuknya bahan pangan—termasuk bawang merah—telah dilakukan petugas karantina. Ada pula ketentuan jalur tetap untuk bahan-bahan pangan ini.

Baca juga: BI: April Ada Risiko Inflasi dari Harga Bawang Merah dan Cabai Merah

"Pengawasan masuknya bawang bombay oleh petugas karantina pertanian di tempat pemasukan yang telah ditetapkan adalah terhadap aspek kesehatan dan keamanan pangan yang telah dilakukan secara konsisten," kata Antarjo.

Adapun masuknya umbi lapis, lanjut Antarjo,  hanya melalui pelabuhan Belawan, Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar, dan Free Trade Zone Area (Batam, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun).

Namun, masih saja ada bawang merah ilegal yang masuk ke wilayah Indonesia melalui pintu tidak resmi. "Sepanjang 2017 (ada penyelundupan) 89 ton dan pada 2018 (tercatat) 10 ton," kata Antarjo.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 55 Tahun 2016 tentang Pengawasan Pangan Segar Asal Tumbuhan, umbi lapis tidak dapat masuk ke wilayah Indonesia, apabila tidak memiliki Certificate of Analysis (COA) dan tidak dilakukan prior notice sebelum masuk teritorial Indonesia.

Temuan di lapangan

Dengan adanya temuan masuknya bawang merah ilegal, kata Antarjo, petugas karantina akan tetap mengawasi masuknya bawang bombay untuk dilakukan memeriksa kesehatan dan keamanan pangan sesuai dengan dokumen persyaratan keamanan pangan yang diterbitkan oleh otoritas negara asal.

Baca juga: Harga Bawang Merah Anjlok, Mentan Minta Bulog Serap Produksi Petani

Hal ini sesuai dengan Permentan 43 tahun 2012 tentang Tindakan  Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Wilayah Republik Indonesia.

Sebelumnya, Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) menyebut ada ratusan ton bawang merah impor ilegal yang beredar di pasaran di beberapa daerah. Ketua ABMI, Juwari, mengatakan asosiasinya telah menyusuri peredaran bawang impor ilegal itu di Brebes, Jawa Tengah.

"Kami mencoba membeli bawang merah itu tapi nyatanya sulit mendapatkan untuk melihat bentuk fisiknya. Akhirnya kami menyuruh seseorang untuk membelinya di gudang langsung. Penjualannya seperti terselubung," kata Juwari, sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.

Menurut Juwari, bawang merah impor ilegal terdapat di beberapa gudang penyimpanan bawang di Brebes. Adapun di pasaran, bawang ini dijual dengan dicampur bawang lokal Brebes.

Temuannya di lapangan mendapati bawang yang beredar antara lain di Brebes itu bukan bawang bombay melainkan bawang dengan bentuk dan karakteristik yang sama seperti bawang merah lokal (slalot) atau sering disebut bawang berry, bawang peking, bawang pikle.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com