JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, meskipun kurs rupiah lebih lemah dari yang diasumsikan APBN, yaitu dilevel Rp 14.000, APBN masih akan tetap positif.
Menurutnya, penerimaan yang didapatkan dari APBN masih lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran akibat penyesuaian kurs, seperti subsidi BBM dan pembayaran utang baik cicilan pokok maupun bunga.
"Net antara penerimaan dan pengeluaran efeknya masih tinggi penerimaannya. Dari sisi pengelolaan APBN tidak ada yang mengkhawatirkan, tp kita masih mengamati, dan memastikan," ujarnya kepada awak media ketika ditemui di Gedung Ali Wardhana Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (8/5/2018).
Selain itu Suahasil menegaskan tidak hanya APBN saja yang harus diperhatikan terkait pelemahan rupiah terhadap dollar AS, tetapi juga dampaknya terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan.
"Bagaimana dampaknya terhadap ekonomi makro lain seperti inflasi, serta dampaknya terhadap masyarakat bahkan kinerja badan-badan usaha. Pergerakan kurs ini kan bergerak terus sepanjang hari," jelasnya lebih lanjut.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, dengan melemahnya rupiah makan akan menyebabkan naiknya harga-harga di pasaran yang juga akan mendorong terjadinya inflasi.
"Itu yg kita perhatikan sampai saat ini, kita lihat potensi ekonomi inflasi Indonesia masih aman di bawah 4 persen. Kita masih optimis nanti sepanjang tahun masih 3,5 persen," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.