Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ibaratnya, Kami Ini Mengais Kesempatan dalam Kesempitan..."

Kompas.com - 07/06/2018, 11:01 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Teriknya matahari Jakarta pada Rabu, (6/6/2018) pukul 12.30 siang, tidak menghentikan niat Halimah (47) menjajakan jasa penukaran uang barunya.

Halimah sendiri sudah berdiri dan menjajakan uang pecahan Rp 2.000 hingga Rp 20.000 sejak pukul 10.00 WIB.

"Saya baru dapat Rp 40.000 dari jualan Rp 400.000 dari tadi pagi. Kemarin malah saya nggak dapet sama sekali," ujar dia ketika ditemui Kompas.com di depan Halte Bus Harmoni.

Halimah mengaku baru mulai menjajakan recehan uang 3 hari belakangan. Dirinya ditawari oleh salah satu tetangganya yang kebetulan merupakan bandar penukar uang yang biasa mangkal di kawasan Jakarta Kota.

Dalam sehari, Halimah menyediakan Rp 3 juta rupiah. Namun, angka ini tidak tentu. Karena, jika laku sedikit seperti hari ini, bosnya tidak akan menambah pasokan uangnya.

"Kita tergantung Bos aja sih jumlahnya, kalau sekarang Rp 3 juta, tapi kalau susah laku kaya sekarang ya gimana," ujar dia.

Di lokasi yang sama, Febi (25) pun mengeluhkan hal yang sama. Uangnya belum ada yang laku. Walaupun, Febi sendiri sebenarnya baru mulai berjualan hari itu karena sedang menganggur.

"Dari tadi ada sih yang nanya-nanya, tapi nggak beli," ujar dia.

Halimah dan Febi menghargai uang receh yang dia jajakan sebesar Rp 10.000 untuk setiap pembelian Rp 100.000.

Setiap Rp 100.000 nilai uang yang berhasil dia jual, Halimah akan mendapatkan untung sebesar Rp 5.000, sementara Rp 5.000 sisanya akan dia serahkan ke Bos.

Dikepalai Bandar

Di antara lapak pedagang di sepanjang ruas jalan wilayah Harmoni hingga Jakarta Kota, terdapat para penjaja jasa penukaran uang recehan baru seperti Halimah dan Febi.

Umumnya, para pedagang tersebut mengambil uang pecahan baru uang dari para bandar yang biasa disebut "inang", di wilayah Jakarta Kota, tepatnya di depan Museum Bank Indonesia.

Silalahi (48) , sebagai salah satu bandar atau inang penukaran uang receh bercerita, modal yang dia butuhkan untuk membuka jasa ini bisa mencapai Rp 1 miliar.

Selain itu, dirinya juga sudah menyimpaan dan menyediakan uang sejak tahun lalu. Tidak seperti bandar lain, dirinya hanya membuka jasa ini sepanjang bulan Puasa hingga Lebaran saja.

"Kemarin waktu bukaan juga antri lagi. Tapi nggak banyak, dapatnya cuma Rp 3,7 juta sehari. Kalau tahun lalu kan normal, saya sudah masok dari tahun lalu, udah stok setahun buat nukerin," ujar dia.

Silalahi pun mengatakan, dirinya baru mulai berjualan tahun ini, menggantikan adiknya yang tidak bisa libur bekerja.

Silalahi menjelaskan, ketika dirinya menjual ke pedagang eceran, setiap Rp 1 juta rupiah akan dibandrol Rp 30.000 untuk masa-masa awal puasa.

"Kalau sekarang per jutanya Rp 50.000. Nanti dari eceran tergantung mereka, per seratusnya mau Rp 10.000 atau Rp 12.000 ribu terserah mereka," jelas Silalahi.

Untuk pengecer, umumnya dalam satu hari dapat membeli Rp 20 juta hingga Rp 30 juta. "Tapi menjelang Lebaran, kami bisa jual Rp 60.000 sampai Rp 70.000 per juta karena BI sudah tidak ada bukaan (penukaran) lagi, bank-bank juga udah tutup," ujar Silalahi.

Berbeda dengan Silalahi yang berdagang musiman kala musim puasa dan lebaran saja, Timothy (45) memang menjadikan jasa penukaran uang sebagai sumber kehidupannya.

Timothy sudah mulai menjalankan pekerjaan ini sejak tahun 1999. Namun, memang ketika hari-hari biasa jumlah uang yang dihasilkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan keuntungan yang dia dapatkan selama bulan puasa dan lebaran.

"Ibaratnya, kalau hari biasa cuma bisa makan nasi sama garam, kalau Lebaran bisa beli daging, bisa beli beras sampai 2 kkilo lah tiap hari," ujar Timothy diikuti gelak tawa rekannya sesama bandar di yang saat itu memang sedang berkumpul.

Per harinya, Timothy bisa meraup untung Rp 1 juta hingga Rp 2 juta rupiah, ketika pesanan sedang ramai. Namun menurutnya Lebaran kali ini, penjualan cenderung sepi.

"Pasaran lagi sepi, bank-bank swasta banyak sekarang banyak yang buka jasa, sebelumnya bank swasta nggak seperti ini. Dulu kan cuma antar-nasabah, sekarang semua di kasih," keluh dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com