Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendag Minta Bantuan Importir AS soal GSP dan Tarif Impor Baja

Kompas.com - 25/07/2018, 06:54 WIB
Kurniasih Budi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta bantuan importir Amerika Serikat (AS) untuk menghadapi peninjauan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) serta kenaikan tarif baja dan alumunium.

Pencabutan GSP dan penaikan tarif dinilai akan ikut berpengaruh bagi industri AS. Hal itu akan membuat daya saing produk hasil industri AS akan melemah.

"Biaya produksi mereka akan meningkat, bahkan pasokan untuk proses produksi dapat terganggu," ujar Enggar dilansir Kontan.co.id, Selasa (24/7/2018).

Produk baja Indonesia diakui memilik kualitas yang baik sehingga diminati oleh industri di AS. Namun, kenaikan bea masuk membuat harga produk baja Indonesia tidak lagi kompetitif.

Baca juga: Darmin Sebut Tarif Impor Baja AS Tantangan bagi Indonesia

Keputusan pengenaan tarif impor sebesar 25 persen untuk produk baja dan 10 persen untuk produk aluminium telah ditandatangani Presiden AS Donald Trump pada 18 Maret 2018 lalu.

Padahal, produk baja dan aluminium dari Indonesia tidak menjadi kompetitor secara langsung bagi industri dalam negeri AS.

Ekspor produk besi baja Indonesia ke AS pada tahun 2017 tercatat sebesar 112,7 juta dollar AS. Angka tersebut hanya sebesar 0,3 persen pangsa pasar AS.

Nilai ini disebabkan oleh penerapan bea masuk anti-dumping dan countervailing duty yang telah berlangsung cukup lama.

Baca juga: AS Terapkan Tarif Tinggi Impor Baja dari 16 Negara, Termasuk China dan Malaysia

Sementara ekspor aluminium tahun lalu ke AS tercatat sebesar 212 juta dollar AS dan pangsa pasar 1,2 persen.

Pasar AS merupakan pasar yang penting bagi baja dan alumunium Indonesia. Nilai ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50 persen ekspor aluminium Indonesia ke dunia.

GSP lemahkan daya saing

Tidak hanya pengenaan bea masuk yang tinggi, ketidakpastian GSP juga menjadi hambatan bagi importir AS.

Menurut Enggar, GSP memberikan manfaat besar bagi ekspor Indonesia maupun industri dalam negeri AS.

"Tanpa skema GSP, maka harga produk akan naik dan daya saing akan terganggu," ujar dia.

Pada April 2017, Pemerintah AS meninjau ulang beberapa negara yang selama ini menjadi penerima skema GSP dari AS. Indonesia termasuk negara yang menerima hal tersebut.

Baca juga: Mendag: RI Satu-satunya Negara Penerima GSP yang Diundang AS

GSP merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang tertentu dari negara berkembang.

Kebijakan tersebut dilakukan dengan batasan nominal penjualan sebesar 1,9 miliar dollar AS.

Produk Indonesia yang diekspor ke AS dan masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai. (Abdul Basith/ Komarul Hidayat)

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Soal fasilitas GSP dan tarif impor baja, Mendag minta bantuan importir AS


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dorong Kemandirian Ekonomi, Malaysia Riilis Kebijakan 'Malaysia First'

Dorong Kemandirian Ekonomi, Malaysia Riilis Kebijakan "Malaysia First"

Whats New
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Whats New
Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Whats New
'Food Estate' dan 'Contract Farming' Jauh dari Kedaulatan Pangan

"Food Estate" dan "Contract Farming" Jauh dari Kedaulatan Pangan

Whats New
Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Whats New
BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

Whats New
China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

Whats New
Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Whats New
3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

Whats New
Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Whats New
Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Whats New
Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Whats New
16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

Whats New
Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Whats New
Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com