Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Depresiasi Rupiah terhadap Dollar AS

Kompas.com - 03/10/2018, 08:34 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Depresiasi rupiah terhadap dollar AS masih belum berkahir. Pada penututupan perdagangan kemarin, Selasa (2/10/2018) nilai tukar rupiah di pasar spot berada pada posisi Rp 15.043 per dollar AS.

Faktor eksternal ditambah dengan defisit transaksi berjalan yang melebar didapuk menjadi penyebab utama melemahnya mata uang garuda terhadap greenback (sebutan bagi dollar AS).

VP Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS selain dipicu oleh penguatan dollar AS terhadap seluruh mata uang dunia pada perdagangan waktu AS tempo hari.

Ini juga diikuti oleh kenaikan imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS dan harga minyak dunia. Di sisi lain, isu perang dagang antara AS dan China kembali memanas setelah AS mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan Kanada dan Meksiko yang mengisyaratkan pembatasan barang-barang dari China.

Baca juga: Depresiasi Rupiah Kali Ini Terlemah Sejak 20 Tahun Terakhir

"Tren kenaikan harga minyak dunia yang telah mencapai level 75 dollar AS per barel untuk WTI (West Texas Intermediate) dan menembus level 85 dollar AS per barel untuk Brent, berpotensi akan berdampak negatif bagi negara-negara yang notabene net-oil importer karena akan memberikan tekanan pada pelebaran defisit transaksi berjalan," ujar Josua ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (2/10/2018).

Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, berdasarkan analisis model yang dilakukan, pelemahan rupiah terjadi akibat lonjakan harga minyak. Sebab, Indonesia bukan lagi bagian dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

"Sementara harga komoditas income seperti batu bara, CPO dan karet masih lemah," ujar Budi.

Dia menjelaskan, harga minyak selama tahun berjalan sudah naik 27 persen, sementara pendapatan dari sektor komoditas tak mampu mengimbangi lonjakan harga minyak tersebut. Untuk batubara, meski terdapat kenaikan harga batu bara hingga 9,7 persen sepanjang tahun ini, namun harga komoditas utama lain seperti karet dan crude palm oil (CPO) cenderung turun masing-masing 8,92 persen dan 14,08 persen.

"Kalau commodity cost kan butuh valas, income membutuhkan valas, jadi secara fundamental ini lah kenapa rupiah melemah," ujar Budi.

Adapun Ekonom Center of Reform on Economics Piter Abdullah mengatakan ketidakpastian di perekonomian global yang di perburuk oleh kondisi domestik akibat defisit transaksi berjalan (CAD) masih menjadi faktor utama dari kembali terdepresiasinya rupiah terhadap dollar AS.

"Jadi sangat tidak mengejutkan kalau hari ini rupiah melemah menembus Rp 15.000," ujar dia.

Kembali ke bawah 15.000?

Lebih lanjut Piter mengatakan, jika rupiah tidak kembali ke level di bawah Rp 15.000 per dollar AS hari ini, ada kemungkinan rupiah akan terus melemah dan membentuk level kestabilan baru di atas Rp 15.000 per dollar AS.

"Tapi saya yakin BI (Bank Indonesia) tidak menghendaki itu terjadi," sebut Piter kepada Kompas.com, Selasa (2/10/2018).

Dia mengatakan, kenaikan suku bunga BI sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen pada Kamis (27/9/2018) lalu memang tidak ditujukan untuk memperkuat rupiah. Namun, hanya untuk menjaga stabilitas dari pelemahan rupiah. Selain itu, dampak kenaikan suku bunga BI memang hanya bersifat temporer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Whats New
Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Whats New
Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Whats New
Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Whats New
Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Whats New
Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Whats New
Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Whats New
IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

Whats New
Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Whats New
Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Whats New
Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com