Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Data Produksi Beras BPS dan Kementan Berbeda, Ini Penjelasannya...

Kompas.com - 24/10/2018, 15:30 WIB
Mikhael Gewati

Editor


KOMPAS.com
- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan data produksi beras nasional selama 20 tahun terakhir keliru.

Menurut ia, terhitung sejak tahun 1997 hingga saat ini, angka produksi beras terus bertambah sehingga tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Namun demikian, kekeliruan ini merupakan kesalahan banyak pihak.

"Data itu kesalahan bersama, bukan kesalahan Menteri Pertanian saja. Kesalahan BPS juga, kesalahan Kementerian Agraria juga, kesalahan Kementan juga, kesalahan bupati juga, kesalahan bersama ini," tegas Jusuf Kalla usai rapat terbatas di Kantor Wakil Presiden, Senin (22/10/2018), 

Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA), luas baku sawah berkurang dari 7,75 juta hektar (ha) pada 2013 menjadi 7,1 juta ha pada 2018.

Potensi luas panen pada 2018 mencapai 10,9 juta ha, sementara proyeksi Kementerian Pertanian (Kementan) 15,5 juta ha.

BACA JUGADengan Metode Penghitungan Baru, BPS Buktikan Indonesia Surplus Beras

 

Perbedaan data juga terjadi pada produksi beras. Data BPS menyebut produksi gabah kering giling pada 2018 sebesar 56,54 juta ton atau setara 32,42 juta ton beras, sementara proyeksi Kementan 83,3 juta ha atau setara 48 juta ton.

Dengan demikian meski berbeda, tetapi diperoleh hasil yang sama bahwa Indonesia mengalami surplus beras 29,50 juta ton selama 2018.

Pengamat Ekonomi Politik Pertanian sekaligus Dosen Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi menilai, data Kementan tentang beras  bersumber BPS dengan metode eyes estimate, sedangkan data terbaru yang dirilis juga dari BPS dengan Metode KSA.

“Sejak jaman orde baru sampai sekarang data pangan satu pintu di BPS. Kementan tidak mengolah data pangan. Semua rilis data Kementan logikanya berasal dari BPS,” ujar Gandhi di Bogor, Rabu (24/10/2018).

Menurut pria jebolan Magister Ekonomi Pembangunan IPB ini, sejak dulu hingga saat ini BPS yang mendata metode eyes estimate kemudian mengolah dan merilis data pangan. Namun, sejak 2016 sampai kemarin BPS tetap mendata, mengolah, tapi tidak merilis data pangan karena menunggu perbaikan data dengan KSA.

“Data BPS metode eyes estimate itulah yang dirilis Kementan dan disajikan. Jadi data yg dimiliki dan ada di laman Kementan itu 100 persen adalah data bersumber BPS. Namun BPS rilis untuk internal saja,” terang Gandhi.

Pengamat Ekonomi Politik Pertanian sekaligus Dosen Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, di Bogor, Rabu (24/10/2018).DOK. Humas Kementerian Pertanian RI Pengamat Ekonomi Politik Pertanian sekaligus Dosen Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, di Bogor, Rabu (24/10/2018).
Melihat kejadian ini Gandhi menilai justru selama 3 tahun ini Kementan menjadi pihak yang dirugikan karena BPS tidak merilis data. Akhirnya Kementan meminta dan memakai data BPS yang tidak dirilis tersebut.

Lebih lanjut, Gandhi setuju jika BPK dan KPK untuk mengaudit permasalahan tersebut sehingga terang benderang bagi publik bahwa kedua data yang berbeda itu sumbernya sama-sama dari BPS. 

Gandhi menjelaskan bahwa angka yang berbeda itu karena metode ukur lama yang digunakan BPS adalah eyes estimate. Metode ini mengukur berdasarkan data DAS, benih dan data podes, sementara metode baru yang BPS gunakan yakni KSA.

Halaman:


Terkini Lainnya

Walau Pendapatan Turun, PT Timah Bukukan Kenaikan Laba Per Kuartal I 2024

Walau Pendapatan Turun, PT Timah Bukukan Kenaikan Laba Per Kuartal I 2024

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Dananta Kabupaten Kudus

OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Dananta Kabupaten Kudus

Whats New
Di Perda Klungkung, Justru Bukan Warung Madura yang Dilarang Buka 24 Jam, tapi Ritel Modern

Di Perda Klungkung, Justru Bukan Warung Madura yang Dilarang Buka 24 Jam, tapi Ritel Modern

Whats New
Harga BBM Vivo dan BP Kompak Naik Per 1 Mei 2024, Cek Rinciannya!

Harga BBM Vivo dan BP Kompak Naik Per 1 Mei 2024, Cek Rinciannya!

Whats New
Gerakan Serikat Buruh Minta Prabowo Cabut UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Gerakan Serikat Buruh Minta Prabowo Cabut UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Whats New
Emiten Menara Telko Tower Bersama Catatkan Pendapatan Rp 1,7 Triliun Per Kuartal I 2024

Emiten Menara Telko Tower Bersama Catatkan Pendapatan Rp 1,7 Triliun Per Kuartal I 2024

Whats New
Kinerja 2023 'Kinclong', Emiten TI ATIC Sasar Pasar Baru Konsultasi Cloud pada 2024

Kinerja 2023 "Kinclong", Emiten TI ATIC Sasar Pasar Baru Konsultasi Cloud pada 2024

Whats New
Bela Warung Madura, Menteri Teten: Jangan Sampai Tersisih oleh Ritel Modern

Bela Warung Madura, Menteri Teten: Jangan Sampai Tersisih oleh Ritel Modern

Whats New
Info Lengkap Mata Uang Riyal ke Rupiah

Info Lengkap Mata Uang Riyal ke Rupiah

Whats New
Hindari Macet Demo Buruh 1 Mei, KAI Ubah Operasional 12 Kereta Api

Hindari Macet Demo Buruh 1 Mei, KAI Ubah Operasional 12 Kereta Api

Whats New
Mengenal Mata Uang Israel dan Nilai Tukarnya ke Rupiah

Mengenal Mata Uang Israel dan Nilai Tukarnya ke Rupiah

Whats New
Duduk Perkara soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Berawal dari Keluhan Minimarket

Duduk Perkara soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Berawal dari Keluhan Minimarket

Whats New
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru pada Rabu 1 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru pada Rabu 1 Mei 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 1 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 1 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
7 Bandara Ditutup Sementara akibat Erupsi Gunung Ruang, 50 Penerbangan Terdampak

7 Bandara Ditutup Sementara akibat Erupsi Gunung Ruang, 50 Penerbangan Terdampak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com