Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerap Ditanya Jokowi, Ini Alasan Kopi Tuku Tak Buka Banyak Cabang

Kompas.com - 27/10/2018, 08:00 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi Kopi Tuku, membuka cabang usaha bukan hal yang utama dalam bisnis. Meski tak sedikit permintaan agar Kopi Tuku membuka cabang selain di Pasar Santa dan Ciputat, pemilik Kopi Tuku tetap enggan buka cabang di tempat lain.

Bahkan, orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo juga beberapa kali bertanya sudah berapa cabang yang dibuka Kopi Tuku.

Sebagaimana diketahui, Jokowi termasuk salah satu penggemar es kopi di sana. Kedai kopi tersebut mulai mencuat namanya saat Jokowi singgah di kedai minimalis mereka. Sejak saat itu, kata founder Kopi Tuku Andanu Prasetyo, Jokowi selalu menanyakan hal yang sama setiap berjumpa: sudah buka berapa cabang?

"Tadi pun sama, salaman sama bapak, ditanya sudah berapa cabangnya. Saya hanya bisa minta maaf," kata pria yang akrab disapa Tyo itu di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (26/10/2018).

Mereka bertemu saat Jokowi membuka acara Ideafest 2018. Tyo menjadi pembicara dalam salah satu sesinya.

Tyo mengatakan, misi Kopi Tuku lebih memperkenalkan orang untuk minum kopi. Bisa dibilang, Kopi Tuku menjadi tahap pertama seseorang menjadi penikmat kopi sebelum ke level yang lebih dalam dengan jenisnya yang beragam.

"Aku mau meningkatkan kopi Indonesia tapi bukan dengan membuka cabang sebanyak-banyaknya. Kita profit untuk bisnis, tapi yang kita mau beyond dari itu," kata Tyo.

Saat ini, Kopi Tuku tengah mengeksplor kemampuan barita melalui kelas khusus, termasuk meningkatkan referensi pengetahuan soal rasa kopi. Oleh karena itu, kata Tyo, mereka masih harus banyak belajar soal budaya kopi dan memahami lidah para penikmat kopi sebelum melakukan ekspansi.

"Kami juga belum punya tim proper, tapi seang kita bentuk. Lagi banyak mempelajari karakter Indonesia, lagi lagi mengenali budaya Indonesia untuk dipelajari," kata dia.

Menurut Tyo, franchise hanya sekadar opsi untuk mengembangan bisnis. Masih ada cara lain agar bisnis tersebut berkembang. Toh, kata dia, revenue belum sama antara satu cabang dengan cabang lain. Beda lokasi belum tentu sama keuntungannya.

Lebih jauh, Kopi Tuku tak menerapkan penakara otomatis sehingga antara satu gelas kopi Tuku dengan gelas lainnya belum tentu sama persis rasanya.

Namun, justru itu menjadi tantangan mereka agar meracik kopi dengan hati. Dengan demikian, barista "mengikat" pelanggannya dengan kopi yang diraciknya.

"Jadi mereka put their heart into that. Saya mau kopi itu hubungan antara barista dan peminumnya engaged. Itu value yang muncul di Kopi Tuku," kata Tyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com