Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Kecelakaan Penerbangan yang Tak Kunjung Usai

Kompas.com - 04/11/2018, 19:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Pada sisi lainnya, kesiapan infrastruktur penerbangan di Indonesia juga terlihat kurang berkembang sesuai tuntutan tingkat pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang.

Pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang setiap tahun tidak terjadi dengan tiba-tiba, tapi bertahap. Salah satu pemicunya adalah fenomena "penerbangan murah" yang melanda dunia pada dua dekade terakhir.

Untuk dipahami bersama bahwa biaya operasi penerbangan adalah sangat mahal. Perusahaan penerbangan yang menjual tiket dengan harga murah patut mendapatkan pengawasan ekstra ketat agar strategi marketing tiket murah itu tidak bersinggungan dengan biaya mahal dari sebuah operasi penerbangan yang memprioritaskan aspek “keselamatan terbang”.

Secara teori memang dapat saja dikatakan bahwa menjual tiket murah (sebagai sebuah strategi marketing modern) tidak ada hubungan langsung dengan penurunan tingkat keselamatan penerbangan.

Namun, mencermati apa yang terjadi di Indonesia, keluhan penumpang banyak terjadi atas layanan maskapai berbiaya murah. Berulangkali terjadi penumpang "mengamuk" karena tidak mendapat penjelasan dari petugas soal delay yang berkepanjangan.

Demikian pula bila dibuat grafis dari rekam jejak terjadinya kecelakaan pesawat terbang, akan terlihat bahwa kecelakaan lebih banyak terjadi pada maskapai yang berbiaya murah.

Dari dua hal ini, maka sulit untuk dapat membantah kesimpulan yang diperoleh orang awam bahwa tiket murah menjadi indentik dengan rendahnya pelayanan dan potensi terjadinya kecelakaan.

Pesawat super modern dari sebuah maskapai penerbangan yang sama telah jatuh masuk ke laut pada tahun 2013 di Bali dan tahun 2018 di Jakarta plus beberapa kejadian kecelakaan lainnya pasti menuntut penjelasan yang masuk akal tentang apa yang menjadi unsur utama penyebabnya.

Setiap terjadi kecelakaan transportasi, maka instansi yang memiliki otoritas menyelidiki tentang penyebab terjadinya kecelakaan adalah KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi).

Sayangnya, sampai sekarang ini kita tidak tahu apa langkah-langkah lanjutan yang dilakukan setelah hasil penyelidikan itu keluar.

Salah satu penyebabnya adalah karena memang di Indonesia belum ada institusi resmi yang menindaklanjuti hasil penyelidikan penyebab kecelakaan yang dilakukan oleh KNKT. Tindak lanjut dalam menjatuhkan sanksi apabila ditenggarai ada pelanggaran atau kelalaian yang terjadi.

Yang jelas adalah bahwa dunia penerbangan kita saat ini tengah menghadapi masalah serius dalam ketersediaan SDM penerbangan yang berkualitas dan sarana infrastruktur penerbangan.

Sekarang ini penerbangan di Jakarta, Cengkareng dan di Halim (yang sebenarnya tidak diperuntukkan bagi penerbangan sipil komersial) telah mencapai ribuan jumlahnya dalam satu hari.

Penanganan terhadap pesatnya pertumbuhan penumpang di Cengkareng tidak dilakukan dengan meneliti terlebih dahulu apa latar belakang dan akar permasalahan dari penyebabnya.

Yang dilakukan adalah “hanya” memindahkan kelebihan slot penerbangan dari Cengkareng “untuk sementara” ke Halim.

Yang terjadi kemudian justru penambahan slot penerbangan di Halim.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com