Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Grita Anindarini
Peneliti

Peneliti di Indonesian Center for Environmental Law

Mendorong Partisipasi Publik dalam Penyusunan RUPTL

Kompas.com - 18/12/2018, 07:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGUNGKAPAN kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 sebagaimana disampaikan oleh Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara dalam konferensi pers 5 Desember 2018 menggambarkan lemahnya pengawasan dalam proses perencanaan proyek ketenagalistrikan di Indonesia. Terlebih bila melihat bahwa sejak awal tidak ada keterbukaan dalam proses pembangunan PLTU Riau 1 tersebut.

Adapun proyek ini tiba-tiba muncul dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2016-2025 dengan skema penunjukan langsung.

Seharusnya, kasus terkait akuntabilitas dalam pengambilan keputusan seperti ini dapat dicegah dengan adanya mekanisme pengawasan dari luar, salah satunya dengan partisipasi publik.

Sayangnya, hingga saat ini mekanisme partisipasi publik dalam perencanaan ketenangalistrikan di Indonesia, khususnya terhadap RUPTL PT PLN (Persero), sangat terbatas.

Semestinya, mekanisme partisipasi publik dalam penyusunan RUPTL PT PLN (Persero) dapat diatur dalam Peraturan Menteri tentang Tata Cara Penyusunan RUPTL, yang merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Namun, hingga enam tahun peraturan tersebut terbit, Peraturan Menteri tentang Tata Cara Penyusunan RUPTL belum kunjung ditetapkan.

Sekalipun begitu, pembahasan tentang peraturan ini tengah bergulir dan draf terakhir dari peraturan yang bersangkutan dapat diakses di laman Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sayangnya, dari draf yang bersangkutan, mekanisme partisipasi publik pun terlihat masih luput dari pembahasan. Pasal 7 dalam rancangan peraturan menteri tersebut sebenarnya menerangkan bahwa RUPTL disusun dengan memperhatikan prinsip efisiensi, transparansi, dan partisipasi.

Sayangnya, dalam rancangan itu tidak dibahas lebih jauh terkait sejauh apa transparansi dan partisipasi itu perlu diterapkan dalam proses penyusunan RUPTL.

Tidak hanya itu, rancangan peraturan ini juga luput dalam mengatur peran serta kementerian/lembaga lain dalam penyusunan RUPTL.

Akibatnya, dalam rancangan peraturan ini terlihat seakan-akan RUPTL, termasuk yang disusun oleh PT PLN (Persero), hanyalah domain badan usaha terkait dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pola pemikiran ini pada dasarnya patut dipahami, mengingat secara historis RUPTL dianggap sebagai sebuah rencana bisnis atau rencana investasi perusahaan.

Namun, perlu disadari bahwa kedudukan RUPTL yang disusun PT PLN (Persero) tidak dapat dipersamakan dengan RUPTL yang disusun oleh badan usaha yang lain.

RUPTL PT PLN (Persero) bukanlah semata-mata rencana investasi perusahaan, melainkan perencanaan pembangunan dan sarat dimensi hukum publik di dalamnya. Sehingga, dalam pengaturannya seharusnya tidak dapat dipersamakan antara RUPTL PT PLN (Persero) dan RUPTL badan usaha lain.

Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa RUPTL PT PLN bukanlah semata-mata dokumen rencana investasi perusahaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com