Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Menyegarkan Kembali Koperasi dengan Inovasi

Kompas.com - 28/01/2019, 13:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SPEKTRUM isu dan diskursus koperasi satu dekade terakhir lebih banyak bicara soal aspek kelembagaan, legal, permodalan, organisasi gerakan serta kebijakan perkoperasian. Seolah tidak ada perspektif baru melihat aktivitas perkoperasian.

Banyak diskusi dan seminar biasanya berujung pada kesimpulan klise, "peran pemerintah perlu ditingkatkan", "kemandirian koperasi harus dibangun", "koperasi butuh modal", "gerakan koperasi lemah" dan seterusnya.

Barulah dua-tiga tahun terakhir mulai muncul spektrum warna lain seperti adopsi teknologi digital oleh koperasi. Itupun dengan tingkat resonansi terbatas.

Kita perlu mencari perspektif baru untuk melihat geliat perkoperasian di Indonesia dewasa ini. Tentu saja tujuannya agar praktik berkoperasi di tanah air lebih segar dan menyegarkan.  

Baca juga: Maraknya Koperasi Bodong Bikin Asosiasi Gerah

Relevansi

Saya sedang membaca 21 Lessons for the 21st Century karya Yuval Noah Harari. Ada satu alenia yang mengusik dan saya ingin mengutipnya utuh.

"Miliaran dari kita hampir tidak mampu untuk melakukan pengkajian/ penyelidikan, karena kita memiliki banyak hal mendesak untuk dilakukan: kita harus pergi bekerja, merawat anak-anak, atau merawat orang tua yang lanjut usia. Sayangnya, sejarah tidak memberikan diskon. Jika masa depan umat manusia ditentukan dalam ketiadaan Anda, karena Anda terlalu sibuk memberi makan dan pakaian kepada anak-anak Anda, maka Anda dan mereka tidak akan dibebaskan dari konsekuensinya. Ini sangat tidak adil; Tapi siapa bilang sejarah itu adil?"

Konteks peringatan itu yakni soal dunia yang berubah, yang berbeda dengan epos zaman sebelumnya. Untuk sederhananya kita sebut sebagai epos Revolusi Industri 4.0.

Kisah Industri 4.0 itu sudah banyak yang mengulas; Soal kecerdasan buatan, otomasi pekerjaan berbasis robot, internet of thing dan berbagai fitur-fitur kecanggihan lainnya yang sebelumnya tak pernah hadir dalam keseharian.

Sayangnya, kadang sebagian di antara kita melihat hal itu berada "di luar sana", bukannya "di dalam sini". Padahal, kecanggihan itu, dalam taraf rendah, sudah kita nikmati sehari-hari: kemudahan financial technology, aneka aplikasi di ponsel pintar, smart watch yang hanya Rp 300.000 harganya, iklan otomatis di media sosial kita. dan lain sebagainya.

Jadi, hal-ihwal itu sudah terjadi "di dalam sini dan kini" dan tak menunggu waktu lama untuk makin canggih dan massif. Lantas, dalam epos zaman baru itu, apakah keberadaan koperasi tetap relevan? Di saat masyarakat sebagian besar mulai mengenal e-wallet, cashless payment, dan sejenisnya. Atau pertanyaannya kita ubah, bagaimana agar koperasi tetap relevan?

Jawaban praktisnya tentu saja koperasi harus beradaptasi dengan zaman. Lantas apa dan bagaimana sesungguhnya proses adaptasi itu bekerja? Apakah sekedar koperasi mengubah sistem layanannya menjadi online? Menggunakan media sosial sebagai channel pemasaran? Atau ada hal-hal lainnya yang harus dilakukan secara kontinyu?

Adaptasi

Menggunakan istilah "adaptasi" mengandaikan membaca koperasi sebagai sebuah entitas yang organis, alih-alih mekanis. Bila Anda ingin membelokkan bus yang sedang melaju, cukup putar kemudi dan seluruh badan bus akan mengikuti. Itu logika mekanis.

Hal yang sama tak bisa diterapkan pada entitas organis yang di dalamnya memiliki budaya organisasi/ kerja, seni kepemimpinan serta pengelolaan, perbedaan kapasitas SDM dan hal-hal "lunak" lainnya. Alhasil, itu tak akan sesederhana memutar kemudi bus.

Berbagai agenda perubahan seringkali gagal dalam mengubah budaya organisasi serta hal-hal di atas itu. Lebih sulit mengubah "yang lunak" daripada aspek "yang keras". Dibutuhkan komitmen besar serta konsistensi agar perubahan menjadi budaya baru; menjadi habitus baru; menjadi cara kerja baru.

Istilah adaptasi sudah tepat untuk menggambarkan modus perubahan yang harus dilakukan. Suatu perubahan yang dilakukan secara kontinyu dan di berbagai aspek secara bersamaan. Mungkin ilustrasi yang tepat untuk itu adalah seperti musik orkestra yang terdiri dari banyak alat dan pemain namun padu dalam harmoni.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com