Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anne of the Green Gables: Mata Air Keajaiban

Kompas.com - 23/08/2009, 02:04 WIB

Bagaimanapun, dua dugaan kecil di atas  tidak menghalangi edisi Bahasa Indonesia dari buku ini untuk dicetak dua kali hanya dalam dua bulan. Oplah novel ini bahkan  telah mengalahkan To Kill A Mockingbird, Gone with the Wind dan Harry Potter. Hingga 2009, buku ini juga telah diangkat sebagai film televisi di Amerika Serikat, Kanada dan Inggris  hingga tujuh versi  dan bahkan mucul dalam format anime di Jepang pada tahun 1979. Mungkin naskah  yang ditulis pada tahun 1908 ini menjadi legendaris berkat kepiawaian Montgomery menciptakan karakter Anne yang amat unik. Ia meramu  kebajikan Anne, yang kerap  terlalu matang untuk bocah seusianya, dengan sifat khas kanak-kanak  yang polos dan  menjengkelkan serta serangkaian imajinasi  yang aneh. Ia juga membuat Anne melebur dengan  karakter lain yang jumlahnya cukup banyak dan menyodorkan puluhan cerita dengan setting berpindah-pindah sehingga kita terhindar dari kebosanan saat membacanya.

Pada halaman bagian dalam, tertera sub  judul:Novel tentang Kasih Sayang dan Pengorbanan.  Saya merasa cerita melulu berputar-putar di tema kasih sayang dan kata ‘pengorbanan’  tak ada kaitannya dengan isi. Barulah di  halaman 504, hanya sekitar lima lembar  menjelang cerita berakhir, mata saya tertumbuk pada  uraian mengenai  dua pengorbanan yang menguras emosi. Di bagian inilah kata ‘pengorbanan’ menemukan relevansinya yang terdalam.

Ralph Waldo Emerson, seorang penyair Amerika,  sambil tersenyum pernah mengutarakan bahwa selucu apapun seorang anak, ibunya pasti amat bahagia jika anak tersebut tidur.  Mudah ditebak bahwa pasti  begitu jugalah perasaan Marilla saat menghadapi tingkah polah Anne. Namun bagaimanapun bandelnya Anne, ia telah  membawa kita untuk kembali meneguk obat  kuno, gratis dan pasaran  yang terbukti  mujarab menyembuhkan  di saat kita  sakit menghadapi kehidupan yang rapuh dan kejam:Kasih sayang.

Anne juga mendorong kita untuk mengasah kembali kepekaan yang telah tumpul akan keajaiban yang tersembunyi di balik hal-hal sederhana. Ia mengajak kita untuk kembali menghidupkan sifat  anak kecil di tubuh dewasa  tempat kita berdiam dan  juga mengingatkan kita untuk  selalu menyadari bahwa di akhir  setiap hujan  selalu ada pelangi. Ketika Mrs. Rachel yang telah beranak sepuluh bertutur kepadanya,” Terberkatilah mereka yang tidak berharap apa-apa karena mereka tak akan kecewa”, anak bandel ini langsung membantah,”…tidak mengharapkan apa-apa lebih buruk daripada harus merasa kecewa” (hal.170).

Kendati kisah ini berfokus pada seorang bocah, Montgomery menuliskannya untuk pembaca dari segala usia. Sebagai guru, Montgomery yakin bahwa anak-anak adalah mata air keajaiban dan kebahagiaan  yang tak akan kering  kendati isinya direguk setiap hari. Dalam novel ini,  keyakinannya mengejawantah dengan sempurna dalam diri Anne.   

*Guru Pelita Harapan Lippo-Cikarang, Penulis ‘Keberanian Bernama Munir:Mengenal Sisi-sisi Personal Munir’ (Mizan, 2008).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com