Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tidak Perlihatkan Keberpihakan terhadap Budaya

Kompas.com - 28/08/2009, 21:00 WIB

Bahkan, di Bukittingi, seperti yang sempat dialami Kompas, gara-gara jumlah pengunjung tidak menutup biaya produksi, pertunjukan kesenian tradisional batal dipertunjukkan. "Kita dibebani biaya sewa tempat, bahkan dari tiket pun dibebani pajak. Mestinya, untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan kesenian, pemerintah memberikan keringanan, bahkan kalau perlu menyubsidi. Membantu sanggar-sanggar kesenian, yang jelas-jelas peduli kesenian," kata Adek, seniman di Bukittinggi.

Edy Utama mengatakan, pemerintah tidak memperlihatkan keberpihakan yang jelas terhadap budaya tradisi. Pemerintah juga belum memiliki strategi untuk mengembangkan budaya tradisi yang kita miliki. Karena itu, kalau ada penilaian bahwa seni budaya tidak berkembang secara baik, terutama pada generasi mudanya, mungkin ini salah satu kendalanya.

Meskipun banyak program yang mereka lakukan atas nama budaya tradisi, hal itu mereka kemas menurut selera birokrasi sehingga budaya tradisi itu selalu mereka kreasikan dan pengelolaannya diserahkan kepada institusi baru seperti sanggar. Sementara pelaku dan pemilik budaya tradisi seperti seniman tradisional tetap saja ditinggalkan. "Akibatnya, semangat budaya yang dimiliki masyarakat kadang-kadang juga ikut melemah. Begitu juga dengan industri budaya yang dikembangkan, juga tidak memberikan ruang pada pelaku budaya tradisi itu sendiri," paparnya.

Lantas apa yang perlu dilakukan pemerintah? Menurut Edy Utama, pemerintah harus mendorong dan membantu secara konkret dan berkelanjutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kantong-kantong budaya tradisi yang ada di dalam masyarakat. Di kantong-kantong inilah budaya tradisi itu dikelola.

"Bayangkan kalau kegiatan-kegiatan kesenian dikelola secara otonom oleh masyarakat di setiap desa atau nagari, atau lagai di Mentawai, misalnya, dan ini difasilitasi secara baik oleh pemerintah, saya yakin budaya tradisi itu akan bergairah kembali dan akan diapresiasi oleh masyarakat," tambahnya.

Untuk itu, menurut Edy Utama, yang mantan Ketua Dewan Kesenian Sumatera Barat, itu pemerintah harus melepaskan paradigma berpikir mereka yang bersifat sentralistik dalam pengelolaan budaya tradisi, terutama dalam membuat event-event budaya tradisi itu sendiri. Seharusnya program-program budaya tradisi seperti festival atau pekan budaya yang banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia harus diturunkan menjadi kegiatan masyarakat dan menjadikan kantong-kantong budaya tersebut sebagai tempat wadah kegiatannya.

Jadi harus menggeser paradigmanya dari sentralisasi menjadi desentralisasi kebudayaan sehingga pemilik budaya tradisi tidak lagi menjadi obyek, tetapi subyek dari kegiatan tersebut.

Sementara itu, menurut Suryadi, pemerintah membina ruang-ruang publik di mana seni budaya dapat dipertunjukkan oleh pendukungnya. Dengan cara begitu, secara langsung atau tidak langsung, masyarakat akan tertarik mengapresiasi seni budaya sendiri.

Di Kota Jakarta yang metropolis ini, misalnya, sulit ditemukan ruang-ruang publik tempat pertunjukan rakyat bisa ditampilkan. Ruang-ruang publik sudah diokupasi oleh kapitalis pemodal untuk mendirikan gedung-gedung dan mal-mal. "Dulu di zaman kolonial ada alun-alun kota tempat banyak kelompok seniman tradisi dapat mempertunjukkan berbagai macam kesenian," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masih Merugi, Industri Fintech Lending Diharapkan Cetak Laba pada Kuartal II 2024

Masih Merugi, Industri Fintech Lending Diharapkan Cetak Laba pada Kuartal II 2024

Whats New
Surat Utang Diburu Investor, Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun

Surat Utang Diburu Investor, Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun

Whats New
Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Whats New
OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

Whats New
Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Earn Smart
Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Whats New
Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Whats New
OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

Whats New
Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Whats New
Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Work Smart
PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

Whats New
MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com