Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Promosi Memang Harus, tapi Benahi Juga Dong Infrastrukturnya...

Kompas.com - 02/10/2009, 06:40 WIB

Sebagai pemandu wisata yang sangat sering bepergian, Rudiana kerap mendapat komplain dari banyak pihak mengenai lambannya proses keimigrasian di Indonesia. Begitu juga soal pemeriksaan bagasi yang sampai tiga kali.

”Anda lihat sendiri di Auckland dan Sidney, pemeriksaan bagasi hanya sekali,” katanya. Di Indonesia, tambahnya, pemeriksaan dilakukan tiga kali: sebelum check in, sebelum masuk gate, dan sebelum masuk ruang tunggu. ”Sebelum masuk ruang tunggu malah tas kita digeledah segala,” katanya.

Kebijakan clearance bagasi di bandara kedatangan pertama, misalnya, sangat dikeluhkan turis. ”Coba bayangkan orang dengan tujuan Bali, misalnya, yang transit di Jakarta harus mengurus bagasinya dulu. Padahal mestinya itu urusan pihak maskapai. Penumpang harus tetap nyaman dan dijamin bagasinya tiba dengan selamat di tujuan,” kata Rudiana lagi.

Sebagai pelaku pariwisata, Asita DKI, kata Rudiana, sudah berkali-kali mengeluhkan soal pelayanan CIQ (customs, imigrations, quarantine) itu ke pemerintah. Tetapi tidak pernah ada hasilnya. ”Mudah-mudahan kalau yang omong orang bule lebih didengar,” kata Rudiana.

Peserta lain menceritakan pengalamannya berkunjung ke Manado yang katanya masyarakatnya dikenal ramah dan murah senyum. ”Tapi ketika ke sana, sejak dari bandara hingga hotel saya tidak menemukan senyuman itu,. Padahal, pariwisata itu adalah sejak seseorang mendarat di bandara, hingga menuju dan menginap di hotel, sampai ke obyek wisatanya. Mereka yang berkecimpung di dalamnya haruslah memahami apa yang diinginkan turis,” katanya.
 
Ada di instansi lain
Pertanyaan dan kritik tajam para peserta dialog itu sayangnya tak mendapat jawaban memuaskan. Sebab, banyak kewenangan yang dikeluhkan itu tidak ada pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, melainkan ada di Imigrasi, Bea Cukai, dan Angkasa Pura.

Maksimal jawaban yang bisa diberikan Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Budpar I Gde Pitana hanyalah mencatat masukan itu dan akan mengoordinasikannya dengan instansi terkait.

Tentu saja jawaban seperti itu tidak memuaskan peserta, meski mereka tak memperpanjang pertanyaan. Barangkali mereka juga maklum kalau yang namanya koordinasi antarinstansi di Indonesia itu artinya tidak jelas. Benarkah begitu? Mudah-mudahan tidak! Budpar harus bisa menjadi dirijen yang memandu orkestra pariwisata Indonesia sehingga jumlah kunjungan wisata ke Indonesia terus meningkat. Masak kalah sama Malaysia yang kata banyak orang tak punya apa-apa...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com