Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Albert Porsiana, Tiap Bulan Butuh 160 Sapi

Kompas.com - 09/11/2009, 08:59 WIB

Albert membuka usaha agroindustri peternakan itu dengan bendera CV Aldia. Sebutan Aldia merupakan singkatan dari namanya sendiri, istri, dan anak-anaknya.

Daging se’i Aldia kini begitu terkenal dan menjadi oleh-oleh khas dari Kupang. Di luar NTT, daging se’i Aldia paling banyak diminati di Pulau Jawa.

Menanjak

Dengan telaten Albert menekuni bisnis barunya itu hingga secara perlahan tetapi pasti sejak tahun 1997 usahanya terus menanjak. Sejumlah bank pun mulai menaruh perhatian dan menawarkan pinjaman menggiurkan. Salah satunya adalah Bank Bumi Daya yang mengucurkan kredit Rp 40 juta pada 1997.

Tahun 1997-1999 Albert mulai membeli sapi hidup meski pembelian itu dilakukan oleh orang lain yang memahami betul seluk-beluk tentang sapi. Tahun 2000-an ia turun langsung dalam pembelian sapi, meski tetap didampingi pemandu. Pemandu itu diberi upah antara Rp 25.000 dan Rp 50.000 per ekor sapi.

”Pemandu itu dapat memperkirakan dengan baik berat badan sapi tanpa harus ditimbang. Membeli sapi di pasar hewan memang tidak mudah sebab penuh dengan mafia. Ibaratnya, pasar ternak sapi itu sarang penyamun. Jadi, untuk masuk ke sana harus menjadi penyamun juga,” kata Albert.

Perusahaannya, Aldia, menjual produk sapi dalam dua bentuk, yakni daging olahan dalam kemasan dan daging segar. Di Kupang, produk-produknya saat ini dipasarkan di tiga tempat, yakni di Bandar Udara Eltari, Hotel Marina, dan di kawasan Oepura. Omzet di tiap tokonya per hari berkisar Rp 10 juta.

Kini tiap bulan Albert membutuhkan sekitar 160 sapi atau rata-rata 5-7 sapi setiap hari. Dia menjual daging olahan berupa daging se’i dan untuk bakso. Adapun tulang, lemak, dan daging segar banyak dipesan oleh pengusaha rumah makan yang menyediakan stik, rumah makan padang, restoran, penjual martabak, ataupun penjual bakso setempat. Adapun kulit sapi dijual ke perajin kulit di Jawa.

Dari kesuksesannya, semua pinjaman bank sudah dapat dilunasinya. Bahkan, tanah milik ibu yang dipinjam untuk usaha seluas 3.000 meter persegi di Oesapa juga bisa dibeli Albert seharga Rp 30 juta tahun 2000.

Selain Albert, sebenarnya ada sejumlah pelaku agroindustri peternakan, khususnya sapi di daratan Timor. Namun, umumnya mereka tidak bertahan lama dan kemudian gulung tikar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com