Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hirotako, Ingin Pertanian Indonesia Mendunia

Kompas.com - 29/11/2011, 09:02 WIB

Keterlibatannya menyiapkan lulusan sekolah menengah pertanian di Indonesia mengikuti program magang di Jepang berawal dari ajakan kenalannya yang bekerja pada semacam koperasi unit desa (KUD) di Ibaraki, Jepang. Kenalannya itu mau membuat program untuk membantu Indonesia.

Hirano bersedia menjembatani petani Indonesia mengikuti program magang di Jepang yang dibiayai Pemerintah Jepang. Selain Indonesia, program magang yang awalnya selama 6-12 bulan itu juga ditawarkan kepada petani China, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Mereka ditempatkan di daerah pertanian Jepang di Provinsi Ibaraki (sentra beras) dan Yamanashi (sentra sayur- mayur).

Ia bekerja sama dengan Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) merekrut anak-anak petani berusia 23-30 tahun yang siap magang. Sebelumnya, mereka dilatih dulu di Sukabumi, Jawa Barat.

Pada tahap awal, program ini mampu mendorong petani muda dari Indonesia untuk belajar banyak dari sistem pertanian Jepang. Beberapa alumnus magang berhasil mengembangkan KUD dan bisnis pertanian di tempat masing-masing. Hirano pun makin bersemangat mencari calon petani.

Setelah lima tahun berjalan, pemilihan calon yang mau magang ini bernuansa KKN. Akibatnya, orang yang dipilih tak tepat, ada yang melarikan diri sebelum program magang berakhir. ”Saya sedih. Saya, kok, dikhianati,” katanya.

Ketika Orde Baru tumbang, kerja sama dengan Inkud selesai. Hirano menjajaki kerja sama dengan Departemen Pertanian. Di sinilah mulai direkrut lulusan sekolah pertanian pembangunan dan sekolah pertanian menengah atas.

Mutu peserta magang dari Indonesia semakin memuaskan dan kebijakan magang ditingkatkan menjadi tiga tahun. Bahkan, dalam perjalanan waktu, Pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan yang tak membedakan antara pekerja asing dan Jepang. Mereka digaji, diberi asuransi, dan dikenai pajak yang sama.

Hirano menyebutkan, gaji peserta magang bisa mencapai Rp 15 juta per bulan. Tempat tinggal ditanggung, sedangkan biaya hidup berkisar Rp 3 juta per bulan.

Dalam mempersiapkan peserta magang, ia memperhatikan betul kualitas dan standar Pemerintah Jepang. Saat ada keluhan kemampuan Matematika orang Indonesia rendah, ia turun tangan. Hasil tes calon peserta saat itu cuma mencapai standar kelas III SD di Jepang.

”Saya tak mau orang Indonesia direndahkan karena Matematika. Kami berikan pelatihan khusus untuk memperkuat Matematika. Ternyata mereka bisa,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com