Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Rupiah dari Manipulasi Valas

Kompas.com - 11/02/2013, 09:14 WIB

Sehari sesudahnya, BI juga mengumumkan rencana pembuatan kurs acuan dalam negeri alias onshore reference rate. Caranya, BI akan mewajibkan 30 bank devisa untuk memasukkan kuotasi valas setiap hari.

"BI sudah berdiskusi dengan bank-bank untuk membuat kuotasi per hari yang akan mereka gunakan sendiri," jelas Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, di Hotel Kempinski, Kamis (7/2/2013).

Nantinya, kuotasi dari bank-bank ini akan dirata-rata menggunakan perhitungan tertentu dan akan diberlakukan sesuai pasar. BI sebagai otoritas moneter akan memberi guidelines, seperti mekanisme JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate).

"Kalau tidak begitu, nanti ada yang main-main dengan kuotasi dan bisa merugikan pasar kita," ujar Halim. Halim menyebut, bahwa kuotasi per hari ini ditetapkan BI demi menjaga kestabilan rupiah. "Ini memang tugas BI," katanya.

Masih ada yang bisa dilakukan

Farial Anwar melihat, karena PBI yang melarang NDF sebenarnya sudah lama, tidak ada bank dalam negeri yang berani main NDF.

"Yang berspekulasi NDF adalah antar bank di Singapura dengan nasabah di Indonesia. Masalahnya, perbankan di Indonesia untuk menghargai spot dollar terhadap rupiah mengekor naik turunnya NDF," jelas Farial.

Ada pula dugaan bahwa nasabah yang hendak bermain valas diberikan rujukan alias referring ke counterpart atau jaringan bank itu di luar negeri.

Senada, seorang sumber KONTAN di lembaga keuangan asing, mengatakan, saat ini, transaksi NDF memang tak seaktif tahun-tahun sebelumnya. Ketatnya aturan bank setral membuat bank tak leluasa bermain NDF. Namun, bukan berarti tak ada jalan. Beberapa bank asing di Indonesia acapkali "menitip" NDF ke bank-bank Singapura.

Dengan begitu, "BI harus mempertegas larangan bagi bank-bank asing di Indonesia untuk memfasilitasi administrasi transaksi NDF bagi orang Indonesia yang ingin bertransaksi dengan bank Singapura," ulas Farial.

Di sisi lain, upaya alternatif yang bisa dilakukan adalah pendalaman valas dalam negeri. BI mengaku sudah mulai melakukannya dengan menyediakan term deposit valas dan aturan devisa hasil ekspor. Namun, untuk melihat efektivitas dari kedua langkah ini butuh waktu.

Cara lain yang lebih instan adalah menambah produk atau instrumen valas di pasar. Dengan begitu, investor tak perlu lari ke luar negeri lagi untuk melakukan lindung nilai valas.

Megain Wijaya, Presiden Direktur Bursa Komoditif dan Derivatif Indonesia (BKDI), mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah sejak setahun lalu pihaknya berniat membuat kontrak forward USD/IDR versi lokal. "Kontrak ini bisa dua macam, memakai bulan spot dan bulan delivery, Dan semuanya mulai dari settlement, kliring, dan penjaminannya memakai lembaga kliring di sini," jelasnya.

Namun, BKDI masih ragu lantaran belum ada kepastian dari pemerintah dan BI mengenai yurisdiksi trading valas ini bakal di bawah siapa. "Saya harap BI, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan segera bekerja sama. Karena semua sudah tersedia, perangkat UU sudah ada yaitu UU No.10 tahun 2011 yang mengatur futures trading, begitu juga dengan platform eletroniknya yang sudah siap," tuturnya. (Rika Theo, Dyah Megasari, Roy Franedya, Annisa Aninditya Wibawa/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com