Jakarta, Kompas -
Pengamat pertanian dari Universitas Gadjah Mada, M Maksum, Rabu (13/3), saat dihubungi di Yogyakarta, mengatakan, indikasi adanya importir nakal cukup kuat. Sejumlah importir yang tidak melengkapi dokumen impor sudah cukup menjadi bukti adanya importir nakal.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim mengatakan, banyak importir yang berasal dari perusahaan atau perseorangan tidak profesional. Mereka juga ikut mengimpor bawang putih.
”Sesuatu yang memprihatinkan, negara kalah menghadapi importir, dan korbannya rakyat kecil. Mereka tidak pernah ditindak. Respons pemerintah juga tidak memuaskan rakyat. Dugaan adanya pemburu rente dalam kasus bawang ini harus diinvestigasi,” kata Maksum.
Hal yang sama diungkapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur Budi Setiawan. Selain peti kemas yang dokumennya tak lengkap, juga terdapat indikasi penimbunan. Ada 110 peti kemas yang berisi produk hortikultura, termasuk bawang putih, yang menumpuk di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) meski dokumen sudah lengkap.
Dari jumlah itu, menurut
Pengamat pertanian Bustanul Arifin menduga terdapat struktur pasar yang tidak sehat, dan pasti akan terlihat makin tak sehat jika pasokan berkurang. ”Apakah terdapat spekulasi dan kolusi harga? Mungkin saja. Dalam kondisi tidak normal, berbagai kemungkinan bisa terjadi,” katanya.
Ia mengkritik pemerintah yang mengambil jalan pintas dengan cara impor terus-menerus. Pada saat pasar tenang, seharusnya pemerintah menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan membuat perencanaan produksi hortikultura secara lebih baik.
Di tengah dugaan adanya permainan impor, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sinyal akan menambah impor untuk mengatasi problem kenaikan harga sejumlah produk pangan. Meski demikian, pemerintah tidak akan lupa untuk meningkatkan produksi pertanian supaya pada masa depan Indonesia tak perlu impor lagi.