Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mafia Pangan, Repotnya Memberantas Para "Samurai" dan "Naga"

Kompas.com - 03/09/2015, 10:15 WIB

Lantas, Kementerian Perhubungan menetapkan tarif batas bawah penerbangan. Alasannya, agar tak terjadi praktik banting harga atau predatory pricing. “Bukankah persoalan itu merupakan domain KPPU? Tugas utama Kementerian Perhubungan adalah menjamin keselamatan penerbangan dan menegur maskapai penerbangan yang lalai,” imbuh Faisal.

Kelima, keterbatasan peran KPPU dalam mengusut sebuah dugaan praktik kartel. Nawir Messi, anggota KPPU, mengatakan, landasan hukum di Indonesia tak memberi keleluasaan bagi KPPU lebih jauh. Misalnya, identifikasi indirect evidence alias bukti tak langsung.

Selama ini, KPPU hanya mengandalkan bukti-bukti langsung (direct evidence) atau bukti fisik. KPPU juga tak bisa menyadap atau menggeledah para terduga pelaku kartel. Padahal, mencari direct evidence itu sangat susah. “Logikanya, mana mungkin ada bukti langsung saat orang mau bersengkongkol mengatur harga?” cetus Messi.

Padahal, indikasi kartel sudah bisa terdeteksi melalui hal-hal tak langsung. Misalnya, sebut Messi, upaya-upaya persengkongkolan awal dengan maksud secara sengaja mempengaruhi harga dan keseimbangan pasar, sudah bisa dianggap kartel. “Inilah yang saya maksud dengan indirect evidence,” kata dia.

Messi berharap ada amandemen terhadap Undang-Undang (UU) Persaingan Usaha yang mampu meluaskan kewenangan KPPU ini.

Keenam, transparansi dan ketersediaan data. Ketersediaan data yang buruk dan masih tertutupnya pembagian kuota impor, menurut Messi, masih menjadi biang bibit-bibit praktik kartel dan mafia.

Bayangkan, menurut perkiraan pemerintah sendiri, di sektor bahan pangan saja, importir bisa meraup keuntungan antara Rp 13,5 triliun–Rp 15 triliun per tahun. Hasil tersebut diperoleh dari sekitar 15 persen nilai impor komoditas pangan yang tiap tahun diperkirakan sekitar Rp 90 triliun. Sebut saja kedelai, beras, gula, kedelai, jagung, hingga daging sapi.

Yang bikin sakit hati, perilaku para mafia ini bukan cuma menggemukkan perutnya sendiri. Namun, juga membuat rakyat banyak merana, termasuk mempengaruhi inflasi. Betapa tidak? Tengok saja harga-harga pangan belakangan ini.

Sebut saja harga beras, daging sapi, cabai, sampai daging ayam. Harga beras medium pernah menyentuh Rp 13.000 per kilogram (kg) dari rata-rata harga yang biasanya Rp 8.000 per kg. Padahal, harga gabah kering giling dari petani cuma Rp 3.500 per kg. Cabai rawit dari yang rata-rata Rp 30.000 per kg, melejit hingga menjadi Rp 70.000 per kg. Daging sapi malah gila-gilaan. Dari yang biasanya Rp 90.000 per kg menjadi Rp 130.000 per kg. Sementara daging ayam sudah bertengger di Rp 40.000 per kg dari rata-rata Rp 31.000 per kg.

Sebaliknya, harga tomat dan garam. Jika biasanya per kg tomat masih dihargai Rp 1.700 hingga Rp 2.500, akhir-akhir ini anjlok jadi Rp 500 – Rp 1.700 per kg saja. Sedang garam rakyat kualitas I yang seharusnya Rp 750 per kg, malah dihargai hanya Rp 400 – Rp 450 per kg.

Pada kasus cabai dan tomat, bisa saja anomali cuaca menjadi alasan. Maklum, stok cabai menipis akibat kemarau, sementara stok tomat melebihi permintaan. Ini hukum supply dan demand yang terjadi secara alamiah. Namun, yang bikin miris jika hukum supply dan demand itu dikendalikan oleh tangan-tangan batil yang sengaja membentuk harga demi keuntungan mereka sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak 5 Tips Mengelola Keuangan untuk Pasutri LDM

Simak 5 Tips Mengelola Keuangan untuk Pasutri LDM

Earn Smart
Luhut Bilang, Elon Musk Besok Pagi Datang ke Bali, Lalu Ketemu Jokowi

Luhut Bilang, Elon Musk Besok Pagi Datang ke Bali, Lalu Ketemu Jokowi

Whats New
Sandiaga Soroti Pengerukan Tebing di Uluwatu untuk Resort, Minta Alam Jangan Dirusak

Sandiaga Soroti Pengerukan Tebing di Uluwatu untuk Resort, Minta Alam Jangan Dirusak

Whats New
Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM Bank Jateng

Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM Bank Jateng

Whats New
Toko Marine Hadirkan Platform untuk Tingkatkan 'Employee Benefit'

Toko Marine Hadirkan Platform untuk Tingkatkan "Employee Benefit"

Whats New
Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Spend Smart
Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Whats New
Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Whats New
Kian Menguat, Harga Bitcoin Kembali Tembus 67.000 Dollar AS per Keping

Kian Menguat, Harga Bitcoin Kembali Tembus 67.000 Dollar AS per Keping

Whats New
Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com