Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Ini Empat Parameter Pengelolaan Beras

Kompas.com - 03/08/2017, 22:00 WIB
Josephus Primus

Penulis

Alhe menduga beras pada November 2015 hingga awal Januari 2016 "sembunyi" atau ada di gudang-gudang.

Menurut dia, ada tindakan segelintir orang menahan stok di saat paceklik sehingga harga melambung tinggi hingga Rp 9.000-12.500/kg. Mereka kemudian melepas stok menjelang musim panen raya sehingga harga beras jatuh Rp 7.500-8.500/kg.

"Ini  merupakan perilaku pasar yang tidak sehat," kata Alhe.


Parameter keempat adalah importasi. Alhe berpendapat, Dwi Andreas Santosa menyajikan data impor beras tahun 2014 sebesar 0,84 juta ton, 2015 sebesar 0,86 juta ton, 2016 sebesar 1,28 juta ton serta 2017 sebesar 71 ribu ton.

Dwi Andreas, kata dia, tidak menganalisa data sehingga seolah terjadi impor semakin tinggi. Padahal, tidak demikian.

"Impor beras 2016 itu sebagian besar masuk pelabuhan Indonesia awal 2016 dan dicatat BPS pada 2016. Itu adalah beras medium luncuran impor Bulog dari kontrak Oktober 2015," ujarnya.

Sesuai data Kode HS, Alhe melanjutkan, terjadi impor beras pada 2017 sebesar 71 ribu ton. Beras yang diimpor bukan jenis medium, melainkan beras pecah, menir, sake beras dan lainnya.

Kementerian Perdagangan menyebutkan sejak awal 2016 hingga sekarang, kementerian tidak mengeluarkan izin impor beras medium dan tidak ada impor beras medium.

Demikian juga, imbuh Alhe, data impor jagung sejak Januari 2017 hingga sekarang jumlahnya kecil yakni 93 ribu ton meliputi impor tepung jagung, bibit, minyak dari jagung, bungkil dan lainnya.

"Pemerintah 2017 tidak menerbitkan izin impor jagung pakan ternak dan tidak ada impor jagung untuk pakan ternak," katanya.

Suropati Syndicate juga membantah kesejahteraan petani terus menurun sejak empat tahun terakhir. Sejumlah indikator bisa menjadi bukti.

Pertama, data Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional 2015 sebesar 101,59 dan naik 2016 menjadi 101,69, sedangkan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) 2015 sebesar 107,45 naik 2016 menjadi 109,93.

Kedua, sebagian besar petani tinggal di desa. Sesuai data BPS, jumlah penduduk miskin di perdesaan Maret 2015 sebanyak 17,94 juta jiwa, turun Maret 2016 menjadi 17,66 juta jiwa dan Maret 2017 menjadi 17,09 jiwa. Ketiga, data Gini Rasio di perdesaan pada Maret 2015 sebesar 0,334 turun Maret 2016 menjadi 0,327 dan turun lagi Maret 2017 menjadi 0,320.

Ilustrasi: Hasil panen jagung di Desa Wotan, Kecamatan Panceng, Gresik.KOMPAS.com/HAMZAH Ilustrasi: Hasil panen jagung di Desa Wotan, Kecamatan Panceng, Gresik.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan kementerian bekerja sama dengan Lapan mengembangkan teknologi satelit sejak dua tahun lalu. Dengan teknologi itu, kementerian bisa memantau luas dan sebaran pertanaman padi se-Indonesia. Kerja sama ini bertujuan meningkatkan kualitas data pangan.

Suwandi menambahkan data tabular dan spasial luas tanam dan luas panen serta standing-crop dipantau dengan citra satelit-8 LAPAN resolusi 1 pixel setara 900 m2 dan resolusi temporal 16 hari sekali. Data diolah komputerisasi sehingga mampu menekan personal error. Data dipublikasikan secara transparan dan bisa diakses di http://sig.pertaian.go.id

Suwandi mengatakan, satu-satunya lembaga statistik resmi yang memiliki otoritas dan kompeten soal data pangan adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan, satu peta dikoordinasikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).

"Sesuai kebijakan pemerintah tentang “satu data dan satu peta,” ujarnya.

BPS telah bekerja sama dengan BPPT dan instansi terkait mengembangkan metode pendataan pangan dengan Kerangka Sampling Area (KSA). "Jadi bila ada pihak lain yang merasa memiliki data-data pangan maupun metodologi silakan dikomunikasikan dengan BPS," kata Suwandi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com