Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbongkar, Perusahaan Tekstil yang Selewengkan Fasilitas di Kawasan Berikat

Kompas.com - 02/11/2017, 19:39 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendapati salah satu perusahaan tekstil yang berada di kawasan berikat daerah Bandung, PT SPL, menyalahgunakan fasilitas di sana beberapa waktu lalu.

Alih-alih melakukan kegiatan ekspor, manajemen PT SPL malah menimbun sejumlah barang yang seharusnya dikirim ke luar negeri untuk dipasarkan di Indonesia secara diam-diam demi menghindari bea masuk dan pajak pertambahan nilai.

"Mereka punya aktivitas di kawasan berikat, karena di kawasan berikat, perusahaan ini dapat fasilitas bebas bea masuk. Tapi, petugas kami di Ditjen Bea dan Cukai menemukan modus penyalahgunaan fasilitas kepabeanan oleh direktur utama dan direktur keuangannya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (2/11/2017).

Sri menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula dari kecurigaan petugas bea dan cukai yang mengukur bobot barang milik PT SPL saat akan diekspor. Pihak perusahaan mengaku akan ekspor lima kontainer berisi 4.038 rol kain, tetapi saat ditimbang berat kontainernya hanya setara dengan 583 rol kain.

"Tujuh kali lebih kecil dari yang mereka laporkan ke petugas. Ternyata, sisanya merembes ke dalam negeri dan tidak bayar bea masuk serta PPN. Ini kejahatan yang luar biasa," tutur Sri.

Tidak sampai di sana, pihaknya turut menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengetahui ke mana aliran uang PT SPL selama ini.

Dari hasil pemeriksaan serta audit investigasi, diketahui ada pembelian sejumlah aset yang diduga menggunakan uang dari tindak pidana kepabeanan.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan PPATK kepada Ditjen Bea dan Cukai, penyidik Bea dan Cukai dengan supervisi Kejaksaan Agung mengembangkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diindikasikan melalui penggunaan rekening pribadi, rekening perusahaan dan karyawan PT SPL dalam menampung uang hasil tindak pidana," ujar Sri.

Indikasi penggunaan uang hasil tindak pidana didapati sejak Januari 2015 hingga 2016 lalu. Penyidik kemudian menetapkan Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT SPL, FL dan BS, sebagai tersangka serta menyita aset milik mereka dengan nilai lebih dari Rp 80 miliar.

Pada saat yang sama, Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan pihaknya akan memproses kasus ini dengan maksimal.

Adapun proses penyidikan kasus ini telah dinyatakan lengkap, barang bukti berikut tersangka sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Bandung untuk diproses lebih lanjut.

"Akan kami tangani dengan tuntas dan tegas. Mereka (tersangka) memiliki pemahaman saat melakukan itu semua, karena merasa resikonya rendah, tetapi keuntungannya bisa tinggi," ucap Prasetyo.

Para tersangka didakwa Pasal 103 huruf a dan/atau Pasal 102 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 64 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com