Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elpiji 3 Kg Langka, Ini Komentar Direktur Hulu Pertamina

Kompas.com - 07/12/2017, 05:30 WIB
Aprillia Ika

Penulis

MUARA ENIM, KOMPAS.com - Sejumlah daerah di Indonesia mulai mengalami kelangkaan Elpiji 3 kilogram (kg) subsidi warna hijau muda atau sering disebut gas melon.

Di sejumlah wilayah di Jakarta sendiri, misal di Lenteng Agung, catatan Kompas.com menunjukkan daerah ini mengalami kelangkaan elpiji 3 kg sejak April 2017 lalu.

Sementara seminggu terakhir, kelangkaan gas elpiji ukuran tiga kilogram terjadi hampir merata di sejumlah wilayah di Bogor.

Sulitnya mendapatkan gas ukuran tiga kilogram itu menyebabkan warga Bogor terpaksa harus mengantre berjam-jam di agen penjualan gas yang jauh dari wilayah rumahnya.

Baca juga : PGN: CNG dalam Tabung Jadi Alternatif Bahan Bakar Pengganti Elpiji

Tak ayal lagi, harga eceran gas melon turut terkerek akibat melubernya permintaan, yakni terpantau mencapai Rp 24.000 per tabung gas.

Dan beberapa hari sebelum itu, muncul penampakan tabung gas elpiji 3 kg warna pink, atau Bright Gas 3 kg yang nonsubsidi di Tangerang dan Tangerang Selatan.

Walaupun PT Pertamina menyatakan Bright Gas 3 kg nonsubsidi hanyalah tes pasar, namun kemunculannya menimbulkan gejolak di masyarakat yang beranggapan PT Pertamina akan mengganti elpiji subsidi dengan nonsubsidi.

Baca juga : Pertamina Lakukan Tes Pasar Elpiji 3 Kilogram Nonsubsidi

Apakah kelangkaan elpiji 3 kg ini diakibatkan turunnya produksi gas Indonesia, atau bagaimana?

Ditemui usai acara peresmian Stasiun Pengumpul Gas Paku Gajah dan Kuang di Muara Enim, Sumatera Selatan, Rabu (6/12/2017), Direktur Hulu PT Pertamina Syamsu Alam menjawab pertanyaan seputar kelangkaan elpiji 3 kg tersebut.

Menurut Syamsu, saat ini sebagian besar gas produksi Pertamina EP adalah gas kering (metan) atau jenis c1 dan c2. Sementara untuk elpiji adalah gas basah atau komposisi c3 dan c4. Dengan demikian, untuk elpiji ini Pertamina harus impor.

Menurut Syamsu Alam, elpiji 3 kg subsidi ini sangat berat dipertahankan di Pertamina karena harus melakukan impor, selain itu masalah distribusi dan masalah siapa yang berhak pakai juga masih abu-abu.

Baca juga : Bright Gas 3 Kilogram Nonsubsidi Sasar Masyarakat Mampu

"Sebetulnya yang harus dikejar pemerintah adalah gas pipa atau jaringan gas (jargas) perkotaan. Problemnya ya harus bangun infrastruktur pipa gas. Kalau elpiji itu harusnya jangka pendek peralihan dari minyak tanah saja," paparnya.

Lantas jika berat pada level subsidi, apakah artinya elpiji 3 kg akan dihilangkan seperti sangkaan banyak pihak?

Syamsu Alam menjawab tidak juga. Menurut dia, kuota yang diberikan DPR komisi VII sudah besar sekian juta metrik ton untuk 2018. Tetapi oleh Banggar DPR dipangkas. Menurut Syamsu Alam, di 2018 masalah kelangkaan Elpiji masih akan jadi masalah.

Baca juga : Data BI: Hanya 25,7 Juta Warga yang Berhak Terima Subsidi Elpiji 3 KG

"Pertanyaannya, siapa yang berhak dapat subsidi? Kami akan sangat senang kalau bisa salurkan langsung ke yang berhak. Sebab selama ini elpiji 3 kg malah dipakai di restoran, warung, bahkan untuk menggerakkan traktor," lanjut Syamsu Alam.

Sekali lagi dia menekankan bahwa elpiji 3 kg subsidi harusnya menjadi target antara. Jadi yang perlu dikejar adalah gas pipa. Dia mencontohkan, untuk mengalirkan 2 juta metrik ton ke Prabumulih untuk 6.000 penduduk adalah hal yang kecil. Gas pipa tersebut bisa untuk memasak, mandi dan sebagainya.

"Harusnya pemerintah bikin aturan, pengembang properti yang mau bangun suatu wilayah harus bangun jaringan gas pipa ini. Contohlah luar negeri seperti di Belanda yang pakai sistem ini. Sayangnya jaringan gas pipa di beberapa daerah seperti Cirebon mangkrak," pungkasnya.

Mencari Alternatif Elpiji

Ali Ahmudi, pengamat energi dari Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS), sebelumnya menjelaskan subsidi elpiji 3 kg yang diberikan kepada orang akan jauh lebih efektif.

Selain itu jangan sampai masayarakat diberikan pilihan dengan disparitas harga yang sangat jauh. Ali mencontohkan elpiji, selain 3 kg, ada kemasan elpiji 5,5 kg dan 12 kg, namun disparitas harganya cukup jauh.

“Selama ada pilihan dengan harga yang jauh lebih murah, masyarakat akan lebih memilih dengan harga yang lebih murah, siapapun itu,” katanya.

Ali menyarankan agar subsidi tepat sasaran  dan efektif, sebaiknya diberikan kepada orang lebih efektif ketimbang subsidi barang.

Baca juga : Rentan Penyelewengan, Subsidi Elpiji 3 Kg Dinilai Tidak Efektif

Setelah itu dilakukan melalui subsidi tertutup kemudian pemerintah juga harus memiliki alternatif selain elpiji agar masyarakat  memiliki pilihan lain.

“Idealnya subsidi tidak naik atau menggelembung, justru seharusnya yang terjadi adalah penurunan angka penerima subsidi. Kalau subsidi barang terus dilakukan, akan menjadi candu. Sebaiknya untuk jangka panjang, subsidi barang dihilangkan,” ujarnya.

Menurut Ali, tidak masalah apabila subsidi tidak bertumbuh. Namun, bila elpiji bersifat konsumtif, jumlah terus bertambah dan lama-kelamaan negara tidak bisa membayar.

Dari sisi produksi, lanjut Ali, kemampuan nasional untuk memproduksi elpiji 3 kg hanya sebesar 1,4 juta metrik ton. Sementara kebutuhan nasional sebesar 5 juta metrik ton.

Lebih dari 3 juta metrik ton, masih impor. “Dengan berfokus pada subsidi yang bersifat konsumtif, kebutuhan terhadap elpiji impor juga akan semakin besar,” katanya.

Sementara elpiji tidak mudah digantikan oleh LNG ataupun CNG, meski sama-sama berasal dari sumber minyak dan gas bumi. Pasalnya, masing-masing memiliki karakter berbeda.

“Menggantikan elpiji dengan CNG atau LNG tidak gampang. Butuh teknologi dan biaya yang lebih,” terangnya.

Karena itu, kalaupun ada opsi alternatif selain elpiji, harus dicarikan sumber energi yang lebih mudah misalnya melalui jaringan gas pipa ataupun biomassa.

Kompas TV Ratusan warga Tambora, Jakarta Barat, kembali mengantre untuk mendapatkan gas 3 kilogram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Whats New
Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Whats New
Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Whats New
Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Whats New
PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

Whats New
Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Whats New
Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Whats New
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Whats New
Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Work Smart
Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Perilaku Petugas Penagihan 'Fintech Lending' Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Perilaku Petugas Penagihan "Fintech Lending" Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Whats New
Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Whats New
Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Whats New
Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com