Beberapa tahun yang lalu pemerintah China menggunakan keahlian cyber Peoples Liberation Army's (PLA) menginfiltrasi perusahan AS dan mencuri teknologinya.
Pemerintah China membantah tuduhan tersebut, sampai pada akhirnya Presiden AS Barack Obama dan President Xi Jinping bertemu di California pada Juni 2013. Obama menunjukkan pada Xi detail bukti-bukti yang ditunjukkan oleh cyber espionage AS. Akhirnya, Xi setuju bahwa pemerintah China tidak lagi menggunakan PLA atau institusi pemerintah lainnya untuk mencuri teknologi AS.
Sejak saat itu, pencurian teknologi AS oleh perusahaan China melalui cyber turun drastis. Namun, cara pencurian teknologi oleh China pada perusahaan AS mengalami transformasi.
Perusahaan AS yang ingin melakukan bisnis di China diharuskan melakukan transfer teknologi sebagai syarat masuk pasar China.
Perusahaan AS dengan terpaksa melakukan transfer teknologi agar dapat masuk ke pasar dengan 1,3 miliar penduduk dengan skala ekonomi terbesar kedua di dunia.
Namun, para pengusaha AS mengeluhkan bahwa syarat transfer teknologi tersebut merupakan bentuk lain pemerasan yang dilakukan China terhadap AS. Bahkan mereka mengkhawatirkan bahwa pemerintah China sengaja menunda persetujuan sedemikian rupa sehingga perusahaan domestik dengan menggunakan transfer teknologi tersebut telah menguasai pangsa pasar terlebih dahulu.
Pemerintah AS tidak dapat memakai cara tradisional untuk mengatasi perselisihan perdagangan dengan China tersebut atau menggunakan prosedur WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) untuk menghentikan praktik China tersebut.
AS juga tidak dapat melakukan cara China yaitu perusahaan China yang beroperasi di AS harus melakukan transfer teknologi karena China tidak memiliki keunggulan teknologi melebihi AS. Sehingga pemerintah AS kini menggunakan kebijakan tarif untuk menekan China agar patuh dengan praktik bisnis yang sehat.
Tim perunding AS akan menggunakan ancaman tarif lainnya pada China untuk menekan China agar kebijakan transfer teknologi perusahaan AS yang akan beroperasi di China dihapuskan.
Kalau itu berhasil, dan perusahaan AS yang melakukan bisnis di China tanpa dipaksa membayar ongkos kompetisi yang sangat mahal, maka kebijakan ancaman tarif akan menjadi alat kebijakan perdagangan internasional yang sangat mujarab. Tentu kebijakan ini akan berdampak pada perekonomian nasional.
Produk-produk China yang tidak dapat masuk ke AS akan mengalir ke negara lain, termasuk Indonesia.
Karena itu, perumus kebijakan publik di Indonesia harus memperhatikan kepentingan industri nasional agar tidak gulung tikar. Karena jika industri nasional dari hari ke hari kian menunjukan tanda-tanda kebangkrutan, maka tidak hanya ketahanan industri nasional yang akan semakin lemah, tetapi juga masalah tambahan pengangguran yang akan semakin berat, di tengah-tengah pertumbuhan ekonomi yang terbilang kurang progresif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.