Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTU Cirebon Unit II Diklaim Ramah Lingkungan

Kompas.com - 04/05/2018, 22:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com—Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana (CEP) Heru Dewanto mengatakan, perusahaannya sama sekali tidak bermasalah soal lingkungan terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Unit II di Cirebon.

Dua kali gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Bandung atas proyek itu pun bukan mempermasalahkan soal lahan dan lingkungan, melainkan soal perizinan. Namun, dalam sidang yang diputus pada 2 Mei 2018 lalu, hakim menyatakan bahwa izin yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk proyek ini adalah sah.

"Masalah lahan yang pertama kali kita selesaikan, bahkan sebelum kita tanda tangan persetujuan dengan PLN," ujar Heru di Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Baca juga: Pembangunan PLTU Cirebon II Lewati 2 Gugatan PTUN

PLTU Unit II dibangun di lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 200 hektar. PT CEP menyewanya untuk jangka panjang. Selain itu, perusahaan itu juga telah melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan.

Heru mengatakan, PLTU didirikan menggunakan teknologi ultra supercritical yang diyakini dapat mengurangi emisi cukup besar. Di dunia, kata dia, teknologi ini baru diterapkan di Korea Selatan dan Indonesia.

Heru menjelaskan, teknologi tersebut bertumpu pada tekanan dan suhu yang sangat tinggi. Hal ini bisa meningkatkan efisiensi pembangkit listrik.

"Dengan demikian, dengan energi yang sama, dibutuhkan lebih sedikit batu bara. Maka emisinya otomatis jadi lebih sedikit," kata Heru.

Heru mengatakan, ambang batas yang ditetapkan untuk emisi adalah 750 miligram per meter kubik untuk kadar sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx). Sementara itu, kata dia, emisi yang dihasilkan PLTU Cirebon selalu di bawah 200 miligram per meter kubik.

Baca juga: PLTU Cirebon Unit II Ditargetkan Beroperasi pada 2022

"Bukan hanya di bawah 750, tapi jauh di bawahnya. Kurang dari sepertiganya," kata Heru.

Teknologi supercritical telah diterapkan pada PLTU Cirebon Unit I yang beroperasi sejak 2012. Pada PLTU I, imbuh dia, konsumsi batubara sebagai bahan bakar pembangkit listriknya pun berkisar 7.000-8.000 ton per hari. Rendahnya penggunaan batu bara disebabkan pembakaran pada teknologi ini lebih tinggi, yakni 600-650 derajat Celsius.

Dengan teknologi ultra supercritical, emisi yang dihasilkan lebih sedikit lagi dan lebih hemat batu bara. Diyakini konsumsi batubara akan menurun 1-2 persen.

"Unit II dengan teknologi ultra super critical tingkat efisiensi mencapai 40 persen, yang berarti proses pembakaran efisien dan rendah emisi," kata Heru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com