Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Edhy Prabowo
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Ketua Komisi IV DPR RI, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra

Perpres Tenaga Kerja Asing yang Meminggirkan Rakyat

Kompas.com - 08/05/2018, 19:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Itu berarti badan usaha yang ingin menggunakan TKA tidak wajib lagi mengurus izin. Padahal, penjelasan Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 berbunyi, "Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk."

Penjelasan pasal tersebut bermaksud menyatakan bahwa RPTKA merupakan persyaratan untuk mendapat izin kerja.

Bila membaca penjelasan Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 13/2003, berarti RPTKA dan izin TKA adalah hal yang berbeda dan RPTKA menjadi syarat untuk mendapat izin.

Jadi, dengan adanya Pasal 9 Perpres Nomor 20 Tahun 2018, izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dihapuskan. Padahal RPTKA dan IMTA adalah hal yang berbeda.

Kedua, pada Pasal 10 ayat 1a Perpres Nomor 20 Tahun 2018 disebutkan, "Pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan pemegang saham yang menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota dewan komisaris pada pemberi kerja TKA."

Adapun Pasal 42 ayat 1 UU Nomor 13/2003 menyebut, "Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk". Artinya, TKA termasuk komisaris dan direksi harus memiliki izin.

Pasal 43 ayat 1 menjelaskan, "Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk." Artinya pula, RPTKA itu wajib.

Jadi, Pasal 10 ayat 1a bertentangan dengan Pasal 42 ayat 1 dan Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Ketiga, Pasal 10 ayat 1c Perpres Nomor 20 Tahun 2018 menyatakan, "Pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah."

Dengan pasal ini, berarti ada pengecualian bagi pemberi kerja TKA untuk tidak mengurus RPTKA.

Mari membaca Pasal 43 ayat 3 UU Nomor 13/2003 yang berbunyi, "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing." Artinya, yang dikecualikan hanya bagi instansi pemerintah, badan badan internasional dan perwakilan negara asing.

Terminologi "instansi pemerintah" berarti TKA yang bekerja untuk instansi pemerintah. Pasal 10 ayat 1c ini membuka ruang bagi TKA yang bekerja di luar instansi pemerintah dengan tidak wajib memiliki RPTKA.

Kehadiran pasal ini disinyalir dikhususkan untuk TKA yang terlibat dalam pengerjaan infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman luar negeri.

Utang luar negeri dari China mungkin saja mensyaratkan pekerja Tionghoa mengerjakan infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman luar negeri tersebut. Jadi, Pasal 10 ayat 1c bertentangan dengan Pasal 43 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Pengertian hadirnya TKA sesuai dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah transfer of job dan transfer of knowledge. Inilah pengertian dasar yang harus dipegang oleh pembuat peraturan perundang-undangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com