Oleh karenanya, pihak manajemen penanggulangan api ini juga menerapkan program untuk mengedukasi masyarakat bertanam dan merasakan hasilnya, dibandingkan mencari nafkah dengan membakar hutan untuk membuka lahan.
"Budaya bertaninya kurang. Di sini kami bekerja sama dengan pihak-pihak, baik pusat maupun daerah, akademisi, instansi terkait," kata Head of Social and Security PT WKS Slamet Irianto.
Baca: Limbah Sawit yang Lantas Bernilai Rp 1 Miliar
Wilayah-wilayah hutan di Sumatera, termasuk di Jambi sendiri, terkenal dengan wilayah gambut. Sisa-sisa tumbuhan yang lama terpendam menjadi "bahan bakar" nan subur bagi kebakaran hutan sehingga akan sulit dipadamkan.
Karena itu pula, mereka turut mematuhi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Dalam penaatan kebijakan untuk gambut, kami melakukan perubahan RKU (rencana kerja usaha). Perubahan itu berupa tidak mengelola area yang masuk ke dalam kavling konservasi lindung ekosistem gambut," ujar Taufik Qurahman, PR Media PT WKS.
Mereka masih mendapat kewenangan untuk menjaga area tersebut dari bahaya kebakaran, perambahan, dan lain-lain. Luas wilayahnya sendiri seperti dijelaskan 40 persen di areal gambut.
"Yang masuk dalam kavling 40.000-an hektar. Diberi (kesempatan bertanam) satu daur, kemudian tidak boleh ditanam kembali untuk kemudian membiarkan sistem gambut seperti semula," ujarnya.
Sesuai PP tersebut, mereka memasang logger untuk mempertahankan tinggi air 40 cm di areal gambut. Di sisi lain, waktu penanaman sudah berjalan dan sebagian sudah dipanen sambil menunggu arahan regulasi dari kementerian.
"Jika area itu kami biarkan, maka kemungkinan kebakaran atau perambahan dari pihak luar makin besar. Oknum tertentu masuk, melakukan pembukaan, dan menjadi ancaman bagi kita semua," ujarnya.
Di sisi lain, menurut dia, mempertahankan level ketinggian air 40 cm di lahan gambut membuat potensi tumbangnya tanaman industri menjadi lebih besar karena tanah menjadi terlalu lunak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.