Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan produksi kopi Indonesia belum optimal.
Dengan total kebun kopi seluas 1,2 juta hektar, produktivitas Indonesia hanya 500 kilogram per hektar.
Produksi kopi Indonesia berbeda jauh dibandingkan dengan Vietnam yang sanggup menghasilkan 2,7 juta ton kopi per hektar dengan total luas kebun kopi hanya 630.000 hektar.
“Kita kejar kopi Indonesia nomor satu di dunia sehingga tidak ada lagi rakyat miskin di Bondowoso,” ujarnya.
Kemiskinan tinggi
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebanyak 152.348 rumah tangga di Bondowoso masuk kategori pra-sejahtera.
Sementara, rumah tangga yang bergerak di bidang pertanian mencapai 91.947 atau sekira 60 persen dari total rumah tangga pra-sejahtera. Mereka tersebar di 3 kecamatan dan 25 desa.
Menteri Amran menegaskan program Bedah Kemiskinan, Rakyat Sejahtera (Bekerja) merupakan pengejewantahan arahan Presiden Jokowi agar program pemerintah harus fokus pada peningkatan pendapatan dan daya beli mayoritas rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian mau pun informal.
Program pengentasan kemiskinan ini bersinergi dengan Kemensos, BUMN, Kemendes, BKKBN, dan pemerintah daerah.
“Kami bersinergi atas perintah Presiden. Ini adalah solusi permanen untuk saudara kita yang miskin di desa supaya pendapatan naik, tidak lagi miskin. Kita siapkan bantuan untuk 100 kabupaten dan 10 provinsi, termasuk Bondowoso,” ujarnya.
Bantuan dalam program itu disesuaikan dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah yang menghasilkan nilai ekonomis tinggi.
Kabupaten Bondowoso, misalnya, memiliki komoditas unggulan kopi dan padi organik.
Sasaran program itu di Bondowoso difokuskan pada satu wilayah penduduk miskin yang dikelompokkan dalam 3 klaster. Dalam setiap klaster itu, terdapat 5.000 hingga 10.000 penduduk miskin.
Amran mengatakan bibit kopi yang dibagikan akan mulai berproduksi 3 tahun mendatang. Pohon kopi tersebut akan terus berproduksi hingga 10 hingga 20 tahun mendatang.