Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: KPPU Tidak Bisa Bekerja di Bawah Pemerintah

Kompas.com - 25/06/2018, 20:15 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri tak setuju jika Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bekerja langsung di bawah pemerintah. Langkah itu dinilainya mampu mengganggu independensi KPPU.

"Harus ada sekat yang jelas memisahkan antara pemerintah dengan KPPU. KPPU harus tetap jadi lembaga yang independen," kata Faisal saat ditemui di Jakarta, Senin (25/6/2018).

Menurut Faisal, KPPU sama sekali tak boleh mendapatkan perintah ataupun intervensi dari pemerintah.

Sebagai mantan komisioner KPPU, Faisal juga mengharamkan KPPU untuk datang ketika dipanggil oleh pemerintah.

Baca: Sektor Pangan Jadi Fokus Pengawasan KPPU

"Kami dulu sekalipun dipanggil (Kementerian) Perdagangan enggak mau. Kami bukan anak buah Perdagangan, kami bukan subordinat perdagangan. Kalau butuh ya datang langsung ke kantor KPPU," ujar Faisal.

KPPU berpotensi melakukan tebang pilih kasus persaingan usaha jika bekerja di bawah pemerintah.

Pemerintah, imbuhnya, akan bisa mengatur kasus persaingan usaha mana yang bisa ditangani dan tidak oleh KPPU.

"Kalau sudah begitu kan bahaya. Independensi bisa hilang," katanya.

(Baca: Usai Dilantik Jokowi, KPPU Minta Pemerintah Perkuat Kelembagaannya)

Faisal kemudian mencontohkan KPPU di Jerman atau Bundeskartellamt yang sama sekali tidak mau diintervensi oleh pemerintah.

Ketika Jerman masih terbelah menjadi Barat dan Timur, kantor pusat pemerintahannya ada di sebuah kota bernama Bonn. Sedangkan kantor pusat Bundeskartellamt ada di Berlin.

"Namun, begitu Jerman bersatu, ibu kota dan pusat pemerintahan pindah ke Berlin. Nah Bundeskartellamt justru memindahkan kantor pusatnya ke Bonn, menempati bekas istana negara dulu. Begitu seharusnya KPPU," terang Faisal.

KPPU terancam

Sebagai informasi, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita disinyalir ingin menghapus keberadaan KPPU.

Dalam daftar invetarisasi masalah (DIM) revisi Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pada poin 19 terdapat usulan Mendag menghapus definisi tentang Komisi Persaingan Usaha (KPP) dan diganti dengan nomenklatur lembaga pemerintah yang mengawasi persaingan tidak sehat.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com