Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Cukai Belum Fokus ke Pembatasan Konsumsi Rokok

Kompas.com - 13/08/2018, 18:35 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute of Development for Economics and Finance (Indef) menyatakan bahwa kebijakan cukai terhadap industri hasil tembakau (IHT) belum mampu membatasi konsumsi terhadap rokok.

Segala kebijakan cukai tersebut dinilai lebih berorientasi pada pencapaian target penerimaan ketimbang pengembalian atau pembatasan konsumsi rokok.

"Walaupun pelaku industri gaduh, tetapi kenapa yang masuk Forbes dan lain-lain selalu ada pelaku industri rokok? Berarti untung besar dong, kalau di bawah tekanan saja masuk majalah Forbes," ujar Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/8/2018).

Enny menambahkan, saat ini pertumbuhan jumlah produksi rokok menunjukkan tren penurunan. Namun, hal itu tak lantas membuat penerimaan atas cukai juga menurun.

Sampai 2017, kinerja IHT terus mengalami penurunan, tetapi kontribusi cukai hasil tembakau selama rentang 2007-2017 tumbuh 13,5 persen.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim mengatakan, jumlah penerimaan cukai hasil tembakau berbanding terbalik dengan jumlah perusahaan atau pabrik rokok setiap tahunnya.

Sejak 2011, penerimaan cukai rokok terus mengalami pertumbuhan. Penerimaan cukai rokok pada 2011 tercatat sebesar dari Rp 7,3 triliun, kemudian meroket menjadi Rp 147,7 triliun pada 2017.

Sementara itu, jumlah perusahaan rokok terus berkurang, dari 2.540 unit pada 2011 menjadi 487 unit pada 2017.

"Bahkan ada yang menyebutkan jumlah perusahaan rokok sekarang sudah di bawah 300. Sedangkan produksi rokok sampai 2014 mengalami peningkatan, tapi dari sini sudah mulai turun 2017 menjadi 336,2 miliar batang, sementara cukai makin naik," jelas Rochim.

Berdasarkan data yang dikelola Indef, kontribusi cukai hasil tembakau sebesar 73,8 persen datang dari 14 pabrik industri hasil tembakau jenis SKM (sigaret kretek mesin). Jumlah pabrik tersebut hanya dua persen dari keseluruhan pabrik industri hasil tembakau.

Di sisi lain, 10 persen penerimaan cukai disumbang oleh gabungan satu pabrik golongan A dan 15 pabrik golongan IB jenis SKT (sigaret kretek tangan).

Sementara untuk jenis SPM (sigaret putih mesin) sendiri, 5,6 persen penerimaan cukainya dihasilkan oleh satu pabrik saja.

Adapun target cukai hasil tembakau juga selalu lebih 100 persen dari target APBN. Pada 2008, realisasi cukai hasil tembakau tembus Rp 49,9 triliun atau sebesar 112,1 persen.

Pada 2010, cukai hasil tembakau mencapai Rp 63,3 triliun dari target Rp 55,9 triliun atau mencapai 113,3 persen dan pada 2012 realisasinya mencapai titik tertinggi sebesar 114,4 persen karena cukai hasil tembakau terkumpul Rp 90,6 triliun dari target Rp 79,9 triliun.

Namun demikian, sejak 2016 realisasi cukai hasil tembakau menurun menjadi Rp 137 triliun atau 96,7 persen.

Hal itu mengalami kenaikan pada 2017 dengan realisasi mencapai Rp 147,68 triliun atau 100,14 persen dari target.

"Penurunan pada 2016 disebabkan adanya forestalling atau menambah pembelian pita cukai dengan tarif yang lama untuk digunakan di tahun selanjutnya (ijon)," terang Rochim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com