Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ratna Tondang
Aktivis lingkungan

Aktivis lingkungan, lulusan Rekayasa Kehutanan Institut Teknologi Bandung

Akankah Indonesia Terus Bertahan dengan Bahan Bakar Fosil?

Kompas.com - 06/09/2018, 10:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"KOTA ini sungguh padat." Itulah hal pertama yang ada di benak saya saat kali pertama menginjakkan kaki di Kota Bandung.

Setiap sore saya harus melihat jalan raya dipenuhi dengan kemacetan kendaraan bermotor. Apalagi saat weekend, jalan semakin padat oleh kerumunan banyak orang.

Wajar saja padat. Kota yang hanya seluas 167,31 km2 ini dihuni oleh hampir 2,5 juta penduduk. Saya membayangkan, berapa banyak energi listrik yang dihabiskan oleh penduduk Bandung setiap hari atau kota-kota besar lain, khususnya di Pulau Jawa yang kebutuhan listriknya lebih besar dibanding pulau lain.

Menurut data World Bank, tingkat konsumsi listrik di Indonesia berkisar 812 kWh per kapita. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan India dan diprediksikan akan terus meningkat setiap tahun.

Ambisi pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sampai 99 persen pada 2019 juga turut mendukung peningkatan kebutuhan energi listrik Indonesia.

Jumlah penduduk yang terus bertambah dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat tentunya sejalan dengan kebutuhan energi Indonesia. Tak heran jika Indonesia disebut sebagai konsumen energi terbesar se-Asia Tenggara.

Apakah Indonesia mampu mencukupi semua kebutuhan energi nasionalnya dengan pasokan sumber daya energi domestik yang tersedia di masa depan?

Peningkatan aktivitas ekonomi industri dan pesatnya pertumbuhan populasi di Indonesia terus mendorong kenaikan kebutuhan energi, sedangkan jumlah pasokan energi semakin terbatas.

Pada saat inilah, ketergantungan antarnegara dalam rangka pengamanan sektor energi menjadi hal yang sangat krusial.

Dalam dekade terakhir, telah terjadi pergeseran dalam perdagangan komoditas energi Indonesia, misalnya minyak bumi.

Dalam sejarahnya, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak bumi terbesar dan pernah masuk dalam keanggotaan OPEC.

Indonesia telah banyak memperoleh keuntungan dari kekayaan minyak bumi yang diekspor. Namun, sejak 2004 kondisi telah berbeda, Indonesia telah menjadi negara net importer minyak bumi. Jumlah minyak bumi yang dibeli Indonesia lebih tinggi daripada yang dijual.

Hal ini menyebabkan Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi dari negara lain, seperti Korea, Singapura, Malaysia, dan Kuwait untuk mencukupi kebutuhan domestiknya.

Saat ini, hampir 30 persen kebutuhan energi domestik Indonesia berasal dari minyak bumi impor dan diprediksi akan terus meningkat. Tentunya hal ini akan mengganggu kestabilan perekonomian Indonesia.

Akankah Indonesia terus bergantung dengan minyak bumi dari negara lain dalam rangka pengamanan sektor energi?

Atau, menggunakan energi lebih efisien lagi dengan cara mencabut subsidi energi atau mungkin mengembangkan sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan berpotensi besar di Tanah Air?

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi energi terbarukan diperkirakan mencapai 441,7 GW, tetapi yang masih terealisasi sampai saat ini sebesar 9,07 GW atau 2 persen dari total.

Dengan potensi energi sebesar ini, maka kebutuhan listrik Indonesia yang sebesar 115 GW pada 2025 pasti akan tercukupi.

Batubara juga merupakan salah satu komoditas energi yang banyak tersedia di Indonesia. Produksi batubara Indonesia terus meningkat dan tidak hanya digunakan untuk kebutuhan domestik, tetapi juga memenuhi permintaan luar negeri.

Sampai tahun 2015, produksi batubara Indonesia telah mencapai 127 miliar ton dan lebih dari 75 persen produksi tersebut diekspor ke luar negeri, padahal cadangan batubara Indonesia hanya 3,1 persen dari total cadangan batubara dunia.

Prospek bisnis batubara yang diperkirakan semakin membaik mungkin bisa dijadikan sebagai alasan Indonesia untuk terus mengekspor batubaranya. Bahkan pada tahun 2015, Indonesia tercatat sebagai produsen batubara terbesar ketiga setelah China dan AS.

Posisi strategis Indonesia yang berada pada titik persinggungan antara kawasan Asia dan Pasifik secara alamiah menjadikan Indonesia sebagai jembatan atau penghubung antara kedua wilayah ini.

Hampir sebagian besar ekspor batubara Indonesia ditujukan ke negara-negara Asia Pasifik yang di antaranya merupakan negara-negara importir utama batu bara, yakni China dan India.

Negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang merupakan konsumer utama batubara global memang membuka peluang bagi Indonesia, yang memiliki modal cadangan batubara mentah yang tinggi.

Pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, perkembangan pasar di sekitar kawasan Asia Pasifik membuat permintaan akan batubara tetap stabil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Whats New
[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Whats New
[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

[POPULER MONEY] Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen | Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Whats New
5 Kebiasaan yang Bisa Diterapkan agar Keuangan Sehat

5 Kebiasaan yang Bisa Diterapkan agar Keuangan Sehat

Spend Smart
Memahami Pajak Investasi Emas

Memahami Pajak Investasi Emas

Whats New
Harga Bawang Merah Mahal, Pemerintah Masifkan Gerakan Pangan Murah di Jakarta

Harga Bawang Merah Mahal, Pemerintah Masifkan Gerakan Pangan Murah di Jakarta

Whats New
Anggota DPR Minta OJK Tangani Aduan Layanan Paylater

Anggota DPR Minta OJK Tangani Aduan Layanan Paylater

Whats New
Kenaikan Suku Bunga BI Tidak Serta Merta Menahan Laju Pertumbuhan Ekonomi

Kenaikan Suku Bunga BI Tidak Serta Merta Menahan Laju Pertumbuhan Ekonomi

Whats New
Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com