Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi: Kenapa Orang Masih Pertanyakan Kapal Pencuri Ditenggelamkan atau Tidak?

Kompas.com - 21/09/2018, 14:19 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti heran kenapa masih ada orang yang mempertanyakan mengenai sanksi penenggelaman kapal.

Padahal, ketentuan itu sudah tertuang jelas dalam Undang-Undang sebagai sanksi bagi kapal pencuri ikan, tepatnya dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

"Apakah penenggelaman kapal akan diteruskan? Kenapa tidak, selama Undang-Undangnya masih ada. Kenapa ditanya harus diteruskan atau tidak?" tanya Susi di sela-sela konferensi pers di kantornya, Jumat (21/9/2018).

Susi menegaskan, selama landasan hukumnya masih ada dan berlaku, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan tetap menenggelamkan kapal pencuri ikan.

Dia juga minta agar hal ini tidak dipertanyakan terus karena tidak akan ada yang berubah, kecuali aturan atau Undang-Undangnya diganti sehingga landasan hukumnya pun berbeda.

"Itu pertanyaan saya, kenapa orang masih mempertanyakan kenapa kapal harus ditenggelamkan atau tidak? Kalau kapal nyuri (ikan), (menurut) Undang-Undangnya ya harus ditenggelamkan," tutur Susi.

Dalam Pasal 69 Undang-Undang Perikanan, disebutkan bahwa lingkup kewenangan KKP adalah untuk menghentikan, memeriksa, membawa, dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan perikanan.

Juga dituliskan, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dapat dilakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing.

Data KKP mencatat, sejak November 2014 hingga Agustus 2018, sudah ada 488 kapal ilegal pencuri ikan yang ditenggelamkan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Rinciannya, 276 kapal Vietnam, 90 kapal Filipina, 50 kapal Thailand, 41 kapal Malaysia, 26 kapal Indonesia, 2 kapal Papua Nugini, dan masing-masing 1 kapal dari China, Belize, serta yang tanpa negara atau tidak berbendera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com