Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi Subsidi BBM Bisa Jadi Opsi Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan

Kompas.com - 20/10/2018, 19:20 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Handi Risza Idris, mengatakan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki transaksi berjalan yang hingga kini masih defisit.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi bahan bakar minyak.

"Untuk mengurangi defisit, pemerintah bisa kurangi subsidi. Ini bisa memberi dampak perbaikan defisit transaksi berjalan," ujar Handi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (20/10/2018).

Handi mengatakan, ia mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Dalam penelitian itu disebutkan bahwa kebijakan tersebut akan berpengaruh signifikan jika harga BBM subsidi dinaikkan 10 persen.

Baca juga: Didorong Kenaikan Harga BBM Non Subsidi, Oktober Inflasi 0,12 Persen

Meski berdampak signifikan, hal ini berbahaya bagi pemerintah karena dikhawatirkan menimbulkan sentimen di masyarakat. Mengingat, kenaikan harga BBM merupakan salah satu isu yang sensitif.

Jika pemerintah ingin menerapkan kebijakan itu, kata Handi, sebaiknya dipikirkan lebih jauh dampaknya terhadap masyarakat.

Dengan kenaikan harga bahan bakar, maka biaya distribusi juga akan bertambah sehingga memengaruhi harga komoditas, terutama pangan.

Hal ini berpotensi besar meningkatkan inflasi. Sementara, pemerintah menahan angka inflasi di level 3 persen.

"Saya tidak tahu pemerintah mau mengorbankan ini tidak, menyelamatkan sesuatu yang lebih besar. Tapi juga harus dilihat dampaknya," kata Handi.

Baca juga: Harga BBM Melonjak, Nelayan di Palembang Beralih Gunakan Gas

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik Haris Rusli Moti mengatakan, kebijakan pemerintah soal BBM terkesan tak konsisten.

Pada awal pemerintahan, kata dia, Presiden Joko Widodo menyampaikan kebijakannya tak mau menyuntik subsidi besar-besaran dan mengikuti kondisi pasar.

Namun, harga BBM saat ini jika dibandingkan harga minyak mentah dunia dianggap tak lagi relevan.

Harganya naik hampir dua kali lipat sejak 2014, tembus 80 dollar AS per barel.

"Kalau mau ngikut pasar, ya naik lah (harganya). Pemerintah tidak konsisten. Di satu sisi mau ikut pasar, tapi jadi mengatur pasar," kata Haris.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik Perjalanan Harga BBM (halaman 1)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik Perjalanan Harga BBM (halaman 2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com