Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius Untung
Ketua Umum idEA

Ketua Umum Indonesia E-Commerce Association (idEA) untuk periode 2018 - 2020.
Country General Manager Rumah123.com

Krisis Talenta di Industri Ekonomi Digital

Kompas.com - 08/11/2018, 13:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SIAPA bisa menyangkal bahwa pendidikan adalah jendela masa depan. Melalui pendidikan, setiap orang memperbesar kesempatannya mengubah nasib. Tentu pantas jika pemerintah menganggarkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Mungkin ke depan harus lebih besar lagi.

Perhatian pemerintah memang diperlukan demi pengembangan pendidikan rakyat Indonesia. Meski demikian tak lantas masyarakat menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab itu kepada para penyelenggara negara. Perlu ada kesadaran dari masyarakat terkait pendidikan dan masa depannya sendiri.

Setiap tahun, masih saja muncul banyak pertanyaan pengulangan dari para lulusan sekolah tingkat atas. “Sebaiknya saya ambil jurusan apa di bangku kuliah?” Sayangnya, pertanyaan ini seringkali tidak memperoleh jawaban yang tepat.

Riset yang dilakukan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menemukan fakta bahwa 87 persen lulusan SMA memilih jurusan kuliah tanpa alasan ideal. Setidaknya 36,26 persen di antaranya memilih jurusan hanya lantaran menyukai mata pelajarannya. Tak penting apakah pelajaran tersebut bisa membawa mereka ke pekerjaan yang tepat baginya kelak.

Fakta lain, pengaruh eksternal memengaruhi sekitar 50,55 persen calon mahasiswa dalam pemilihan jurusan kuliahnya. Misalnya karena ikut dengan teman, disuruh orangtua, atau sekadar persepsi bahwa jurusan tersebut akan lebih mudah mencari pekerjaan.

Baca juga: Kuartal III 2018, China Lahirkan 34 Perusahaan Unicorn


Berkompromi dengan masa depan

Ironis. Fakta riset idEA tersebut menunjukkan adanya kompromi dengan masa depan oleh para calon mahasiswa tersebut. Padahal, sejak lama hingga kini, mayoritas anak kecil di Indonesia memiliki cita-cita menjadi dokter, insinyur, atau pilot. Sebuah gambaran masa depan ideal di mata anak-anak.

Sayangnya, sekitar 65,55 persen dari mahasiswa (masih dari studi yang sama) hampir tidak mengetahui karier apa yang ditawarkan jurusan pilihannya di masa mendatang. Lebih jauh lagi 71,7 persen pekerja ternyata memiliki profesi yang melenceng dari jurusan kuliah pilihannya dulu.

Tidak heran jika saat ini, tingkat pengangguran terbuka pada kelompok lulusan sarjana dan diploma ternyata meningkat (Sumber: BPS), walau secara keseluruhan golongan pendidikan, jumlah tersebut menurun.

Gambaran masa depan ideal menjadi penting dalam konteks belajar. Mereka yang paham tujuan belajarnya akan berkembang dan memperoleh hasil yang sesuai dengan gambaran masa depan idealnya tadi. Sayangnya, sistem di Indonesia, dan pola pikir masyarakatnya seringkali menciptakan fatamorgana seolah-olah pendidikan hanyalah tentang nilai bagus dan mendapat pekerjaan nantinya.

Tak peduli pekerjaan itu sesuai dengan jurusan kuliah atau tidak. “Tapi kan kuliah itu adalah pendidikan karakter”, begitu “alibi” yang lantas didengungkan. Seolah mematahkan “alibi” tersebut, beberapa perusahaan raksasa termasuk Google mempertontonkan budaya kerja baru. Dua raksasa digital ini membuka diri bagi para talenta tanpa ijazah, selama memiliki kemampuan teknikal yang mumpuni.

Baca juga: Jokowi Dorong Startup Lain Susul Empat Unicorn di Indonesia

Masalah yang sekilas sepele ini ternyata punya dampak besar. Dari sisi siswa, ketidaktahuan tujuan belajar membuat mereka menjalani context less learning yang pada akhirnya mengaburkan masa depannya.

Dari sisi perguruan tinggi, kualitas siswa seperti ini akan menghasilkan lulusan medioker. Di samping adanya gap antara kampus dan bisnis. 

Di sisi lain, pengusaha kian sulit mendapat talenta bagus, dan harganya pun relatif tinggi karena minimnya ketersediaan. Pada akhirnya, kondisi ini akan menyeret bangsa dalam masalah competitiveness. Pada akhirnya memaksa Indonesia terus mengimpor tenaga kerja, dan investasi strategis pada bidang-bidang yang menuntut adanya inovasi.

Kita pun terjebak pada lingkaran setan. Sebagian besar orangtua pun jadi begitu permisif pada masa depan anak-anak hanya karena berkaca pada masa lalu mereka yang ternyata tidak jauh berbeda.

Sebagai orangtua, kita merasa baik-baik saja meski dulu melanjutkan pendidikan atau tidak, tak tahu mau kuliah apa, setelah lulus pun bekerja dari jurusan yang diambilnya. Kemungkinan pola pikir orangtua adalah kita baik-baik saja, anak-anak pun akan baik-baik saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com