Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersolek Lebih Genit Menggoda Investasi ala Indonesia

Kompas.com - 19/11/2018, 11:01 WIB
Yoga Sukmana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi ke XVI akhir pekan lalu. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan langsung kebijakan anyar tersebut di Istana Negara, Jakarta pada Jumat (16/11/2018).

Paket kebijakan itu meluncur di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di angka 5 persen sementara target di APBN 2018 sendiri mencapai 5,4 persen.

Upaya untuk menggenjot investasi pun dilakukan melalui tiga kebijakan di paket ekonomi teranyar tersebut. Diharapkan, target pertumbuhan ekonomi pun bisa dicapai.

Ketiga kebijakan itu yakni perluasan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI), dan pengendalian devisa hasil ekspor (DHE) sumbardaya alam.

Baca juga: Dongkrak Keyakinan Investor, Pemerintah Rilis Paket Kebijakan Ekonomi XVI

Tak optimal

Bila dilihat dengan seksama, dua dari tiga kebijakan di paket kebijakan ekonomi XVI bukanlah hal baru. Sebab sifatnya hanya perluasan dan revisi.

Pemerintah sendiri mengakui, peluncuran paket kebijakan ke-XVI merupakan pengakuan tak optimalnya paket kebijakan serupa yang sebelumnya diluncurkan.

Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso. 

Dalam hal relaksasi DNI misalnya, pemerintah mengakui banyaknya bidang usaha yang tidak diminati. Padahal pemerintah sudah membuka kesempatan kepada investor dalam dan luar negeri masuk.

"Setelah kami pelajari lebih dalam, ini bisa dioptimalkan. Kenapa? Karena secara kualitatif terdapat 82 persen atau 83 dari 101 bidang usaha yang memberikan lebih bagi keterbukaan PMA (penanaman modal asing), itu belum optimal dimana 51 bidang usaha tidak ada peminatnya sama sekali," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat.

Sejumlah perubahan pun dilakukan. Jumlah bidang usaha yang masuk dalam DNI disusutkan dari 515 dalam Perpres 44 Tahun 2016 menjadi 392 pada DNI 2018.

Porsi penanaman modal asing di DNI pun meningkat dari 64 persen pada 2016 menjadi 83 persen pada DNI 2018, atau naik 19 persen poin.

Dalam dua tahun terakhir peluang UMKM bermitra dengan asing pun meningkat di 18 bidang usaha. Sementara itu 54 bidang usaha justru dikeluarkan dari DNI.

Dengan keputusan itu, asing bisa investasi 100 di 54 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI.

Diantaranya jasa warung internet,  Industri pengupasan dan pembersihan umbi umbian, gedung pertunjukan seni, jasa akses internet hingga Industri rokok kretek dan rokok putih.

Selain itu ada juga jasa pemboran migas di laut, jasa pemboran panas bumi, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap dan bergerak, hingga industri farmasi obat jadi.

Manjakan investor

Adapun dari kebijakan tax holiday, pemerintah seolah memanjakan investor. Melalui skema baru tax holiday, investor bahkan bisa tak bayar pajak penghasilan (PPh) badan puluhan tahun. Tentu dengan syarat.

Maksimal, fasilitas tax holiday yang diberikan mencapai 100 persen dengan jangka waktu mencapai 20 tahun. 

"Ini sangat progresif sekali," ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir dalam konferensi pers di Jakarta.

Skema baru tax holiday bahkan diklaim lebih "gila" dari negara-negara tetangga yang menjadi pesaing Indonesia.

Di Vietnam, tax holiday diberikan maksimum 13 tahun, itu pun 5 tahun pengurangan PPh-nya 100 persen, 8 tahun sisanya 50 persen. Sementara di Thailand dan Malaysia tax holiday maksimal hanya 15 tahun.

Berikut kemewahan skema tax holiday RI:

1. Tax Holiday

  • Nilai investasi Rp 500 miliar - kurang dari Rp 1 triliun dapat pengurangan PPh 100 persen selama 5 tahun.
  • Nilai investasi Rp 1 triliun - kurang dari Rp 5 triliun, dapat pengurangan PPh 100 persen selama 7 tahun.
  • Nilai investasi Rp 5 triliun - kurang dari Rp 15 triliun, dapat pengurangan PPh 100 persen selama 10 tahun.
  • Nilai investasi Rp 15 triliun - kurang dari Rp 30 triliun, pengurangan PPh 100 persen selama 15 tahun.
  • Nilai investasi minimal Rp 30 triliun, pengurangan PPh 100 persen selama 20 tahun.
  • Setelah tax holiday berakhir, diberikan pengurangan PPh sebesar 50 persen selama 2 tahun.


2. Mini Tax Holiday

Nilai investasi Rp 100 miliar - kurang dari Rp 500 miliar, dapat fasilitas pengurangan PPh sebesar 50 persen selama 5 tahun.


3. Fasilitas Pph untuk kegiatan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

  • Nilai investasi Rp 100 miliar, pengurangan PPh 100 persen selama 5-20 tahun.
  • Nilai investsi Rp 20 milier - kurang dari Rp 100 miliar, pengurantgan Pph 50 persen selama 5 tahun.


Lebih genit

Tak habis disitu, pemerintah juga memberikan insentif bagi para ekspor yang mau membawa Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke Indonesia, khususnya untuk eksportir sumberdaya alam (SDA) yakni pertambangan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.

Insentif itu berupa potongan pajak penghasilan (PPh) deposito hasil DKE yang disimpan di rekening khusus bank devisa yang akan diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Untuk simpanan dollar AS, PPh deposito sebesar 10 persen untuk 1 bulan, 7,5 persen untuk 3 bulan, 2,5 persen untuk 6 bulan, dan 0 persen untuk simpanan lebih 6 bulan.

Adapun eksportir yang menyimpan DHE dalam rupiah akan dapat potongan PPh 7,5 persen dalam 1 bulan, 5 persen untuk 3 bulan dan 0 persen untuk simpanan di atas 6 bulan.

Kebijakan ini diluncurkan agar DHE tak mengalir ke luar negeri. Sebab hal itu bisa berkontribusi kepada defisit transaksi berjalan RI yang kian melebar. Selain itu DHE yang disimpan dalam rupiah juga diharapkan bisa mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Sejumlah "kemewahan" yang diluncurkan pemerintah di paket kebijakan ekonomi XVI tak lain dan tak bukan untuk menarik investasi lebih besar.

Saat ini, pemerintah membutuhkan investasi lebih besar untuk turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ekonomi global yang harus bergejolak dan perang dagang.

Tanpa upaya inovasi kebijakan, investasi dinilai tak akan hinggap dan bertahan di Indonesia.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady mengatakan, investasi Indonesia sebenarnya tumbuh baik setiap tahun, bahkan saat ekonomi dunia turun sekalipun.

Namun ada hal yang cukup membuat heran. Meski investasi naik, namun ekspor tak naik, sementara di sisi lain impor justru terus dilakukan.

Dari sana Edy melihat bahwa industri hasil investasi di Indonesia tak banyak yang berorientasi kebutuhan ekspor. Selain itu industri substitusi impor juga tak tumbuh. Akibatnya meski investasi naik, impor tetap melimpah.

Pemerintah menjanjikan, paket kebijakan ekonomi XVI merupakan buah evaluasi kebijakan sebelumnya. Diharapkan kenaikan investasi bisa berimbas kepada peningkatan ekspor dan penurunan impor ke depan sehingga defisit transaksi berjalan RI bisa menyusut.

"Ini kebijakan yang sangat menarik. Kalau kita lihat 2014, 2016 kita buka sebanyak-banyaknya bidang usaha tetapi banyak yang tidak ada minatnya. Salah buka kalau gitu," ujar Edy.

"Nah oleh karena itu kita rangsang lagi. Datang lah sekarang ada Online Single Submission (OSS) ditambah tax holiday. Ini supaya lebih atraktif, lebih genit lah menggoda investasi," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com