Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Bagaimana Dampak Perlambatan Ekonomi AS Terhadap Investasi Reksa Dana?

Kompas.com - 20/12/2018, 11:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Belakangan ini, pembahasan tentang kemungkinan terjadinya resesi atau perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) semakin banyak bisa ditemui. Bagaimana dampaknya terhadap investasi saham, obligasi dan reksa dana di Indonesia?

Baca: Apakah Amerika Serikat Akan Mengalami Resesi di Tahun 2020?

Per tanggal 19 Desember 2018 indeks S&P 500 yang merupakan cerminan dari nilai saham 500 perusahaan terbesar di AS turun ke 2567. Titik tertinggi pada tahun 2018 adalah pada 2930 bulan September 2018.

Jika diukur dari titik tertingginya, Indeks saham S&P 500 sudah turun 12 persen dari titik tertingginya hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan. Dibandingkan posisi pada awal tahun, juga terhitung -4.77 persen.

Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan kondisi perekonomian AS yang sangat baik pada tahun 2018 ini.

Tingkat pengangguran rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi. Sampai pada bulan September, sebenarnya angka S&P 500 di 2930 juga merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Turunnya harga saham ini bisa disebabkan karena tensi perang dagang antara China dan AS yang terus bergejolak. Namun bisa juga karena turunnya harga saham merefleksikan kekhawatiran akan terjadinya resesi pada tahun-tahun mendatang.

Sebagaimana diketahui resesi AS yang terakhir terjadi pada periode Desember 2007 - Juni 2009. Pada tahun 2008, penurunan harga saham yang dalam tidak hanya terjadi pada AS tapi juga pada investasi reksa dana di Indonesia.

Ada kekhawatiran efek dari resesi di AS ini juga akan berdampak pada investasi saham, obligasi dan juga reksa dana di Indonesia. Seperti apa analisanya?

Yang menjadi perhatian ketika ada suatu prediksi akan terjadinya resesi berdasarkan data-data perekonomian, adalah bagaimana reaksi dari Bank Sentral AS atau dikenal The Fed.

Secara teori, ketika kondisi perekonomian tumbuh terlalu cepat, biasanya Bank Sentral akan melakukan upaya untuk memperlambat pertumbuhan. Sebaliknya ketika kondisi perekonomian menunjukkan tanda-tanda akan melambat, bank sentral akan melakukan upaya untuk mempercepat pertumbuhan.

Salah satu alat yang digunakan adalah kebijakan suku bunga. Untuk mempercepat, maka suku bunga akan dinaikkan, sebaliknya untuk memperlambat maka suku bunga akan diturunkan.

Sebagaimana diketahui suku bunga AS atau Fed Fund Rate sudah dinaikkan 3 kali hingga bulan November dan diperkirakan akan naik lagi 1 kali pada bulan Desember ini. Kemudian untuk tahun 2019, diperkirakan akan naik sekitar 3-4 kali.

Jika bunga terus naik, maka kemungkinan akan terjadinya resesi akan semakin besar. Logika saja, ketika ekonomi sedang melambat, bunga kredit yang naik akan semakin membebani perusahaan.

Idealnya ketika tahu akan terjadi resesi atau perlambatan pertumbuhan ekonomi, bank sentral akan menurunkan tingkat suku bunga supaya kemungkinannya mengecil atau tetap turun tapi tidak “hard landing”.

Untuk itu, kemungkinan Fed Fund Rate pada tahun 2019 akan naik 3-4 kali mungkin saja akan berubah. Bisa jadi hanya naik 1 kali saja atau jika dibutuhkan, bisa turun pada akhir tahun untuk merespon data-data perekonomian.

Jika skenario ini terjadi, maka akan berdampak positif bagi Indonesia. Pertama, Bank Indonesia tidak akan terlalu terbeban untuk menaikkan tingkat suku bunga untuk menandingi suku bunga di AS. Kedua, nilai tukar Rp bisa menguat. Ketiga, harga obligasi dan reksa dana pendapatan tetap yang berinvestasi di obligasi bisa meningkat.

Sebaliknya jika skenario di atas tidak terjadi, dimana Bank Sentral AS tetap konsisten meningkatkan bunga hingga 3-4 kali yang diikuti aksi Bank Indonesia menaikkan BI Rate, maka penurunan harga obligasi dan reksa dana pendapatan tetap bisa terjadi di tahun 2019.

Sejauh ini, skenario yang kemungkinan akan terjadi adalah kenaikan bunga yang tidak seagresif tahun 2018. Walaupun sifatnya masih perkiraan, mudah-mudahan skenario ini yang akan terjadi di tahun 2019 nanti.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Mata Uang Israel dan Nilai Tukarnya ke Rupiah

Mengenal Mata Uang Israel dan Nilai Tukarnya ke Rupiah

Whats New
Duduk Perkara soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Berawal dari Keluhan Minimarket

Duduk Perkara soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Berawal dari Keluhan Minimarket

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Rabu 1 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Rabu 1 Mei 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 1 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 1 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
7 Bandara Ditutup Smentara Akubat Erupsi Gunung Ruang, 50 Penerbangan Terdampak

7 Bandara Ditutup Smentara Akubat Erupsi Gunung Ruang, 50 Penerbangan Terdampak

Whats New
Harga Bahan Pokok Rabu 1 Mei 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Rabu 1 Mei 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
Emiten Kendaraan Listrik VKTR Catat Pendapatan Bersih Rp 205 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Kendaraan Listrik VKTR Catat Pendapatan Bersih Rp 205 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Cek Harga BBM Pertamina per 1 Mei 2024

Cek Harga BBM Pertamina per 1 Mei 2024

Whats New
Harga BBM Shell per 1 Mei 2024 Naik, Cek Rinciannya!

Harga BBM Shell per 1 Mei 2024 Naik, Cek Rinciannya!

Whats New
Satgas Judi 'Online' Belum Mulai Bekerja, Pemerintah Masih Susun Formula

Satgas Judi "Online" Belum Mulai Bekerja, Pemerintah Masih Susun Formula

Whats New
Penyaluran Kredit Ultramikro Capai Rp 617,9 Triliun pada Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Ultramikro Capai Rp 617,9 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com