Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hambat Serapan Beras, Pemerintah Perlu Evaluasi Penerapan HPP

Kompas.com - 05/01/2019, 09:51 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai penerapan Harga Pokok Pembelian (HPP) gabah dan beras perlu ditinjau ulang efektivitasnya oleh pemerintah.

Sebab, HPP dipandang menghambat kerja Bulog untuk menyerap gabah dan beras dari petani.

"Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan HPP yang tercantum dalam Instruksi presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2015," kata Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman dalam keterangannya, Jumat (4/1/2019).

Ilman mengatakan, pada 2018 pemerintah menargetkan serapan sebesar beras 2,7 juta ton. Target penyerapan ini dibagi menjadi dua periode yaitu Januari-Juli 2018 sebesar 2,31 juta ton.

Sisanya pada Agustus-September 2018, namun pada akhir tahun realisasi penyerapan hanya sekitar 1,5 juta ton.

Baca juga: Harga Beras Naik, Jokowi Minta Operasi Pasar Ditingkatkan

Dalam Impres itu, Bulog hanya diperbolehkan melakukan pembelian di tingkat petani dan penggiling apabila harganya berada di kisaran Rp 3.700,00 untuk Gabah Kering Panen (GKP), Rp 4.600 untuk Gabah Kering Giling (GKG) dan Rp 7.300 untuk beras. Fleksibilitas harga hanya diperbolehkan maksimal 10 persen.

”Bulog sebaiknya diberikan keleluasaan untuk menyerap beras dan tidak terpaku pada HPP. Banyak faktor yang memengaruhi serapan beras Bulog selain penerapan HPP, musim kemarau yang lalu juga memengaruhi jumlah beras yang diproduksi petani," sebut Assyifa.

Karena jumlah produksi lebih sedikit, maka ada kecenderungan petani untuk menjual gabah dengan harga yang lebih tinggi. Akhirnya, imbuh dia, tidak menutup kemungkinan petani memutuskan untuk menjual ke tengkulak dan akan mengganggu stabilitas harga beras di pasaran.

Baca juga: November, Harga Gabah dan Beras Naik

Karena itu, Ilman menyarankan pemerintah tidak usah fokus untuk mematok harga jual beli beras. Tak hanya meninjau penerapan HPP, jika perlu pemerintah mencabut skema yang telah diatur dalam aturan tersebut.

Pemerintah sejatinya harus fokus menjaga stabilitas harga beras melalui operasi pasar menggunakan cadangan beras yang tersedia di gudang Bulog.

"Pemerintah memutuskan tidak mengimpor beras di awal 2019 karena stok di gudang Bulog dianggap masih mencukupi dan kekurangan beras di pasaran bisa ditutupi melalui operasi pasar. Operasi pasar dilakukan menggunakan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang saat ini sudah ada di kisaran 2,8 juta ton yang terdiri dari 1,5 juta ton beras serapan lokal dan sisanya beras impor," lanjutnya.

Baca juga: Berani Beli Beras Petani Berapapun Harganya, Bulog Minta HPP Gabah Dihapus

Diketahui, sepanjang 2018 Bulog mencatat telah melakukan pengadaan beras sebanyak 3,2 juta ton dan stok cadangan beras pemerintah pada akhir tahun tersebut sebanyak 2,1 juta ton.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso, mengatakan jumlah tersebut merupakan cadangan beras pemerintah (CBP) terbesar yang pernah dikelola Bulog dalam lima tahun terakhir.

“Sesuai dengan penugasan pemerintah dan amanat UUD, Perum Bulog terus melakukan tugas-tugasnya demi mewujudkan kedaulatan pangan,” kata Budi, Kamis (3/1/2018).

Bulog pada 2018 telah menggunakan CBP untuk Operasi Pasar sebanyak 544.000 ton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dengan Perusahaan Jasa Titipan

Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dengan Perusahaan Jasa Titipan

Whats New
Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
BKKBN Sosialisasi Cegah Stunting Melalui Tradisi dan Kearifan Lokal 'Mitoni'

BKKBN Sosialisasi Cegah Stunting Melalui Tradisi dan Kearifan Lokal "Mitoni"

Whats New
Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

Work Smart
Tumbuh 22,1 Persen, Realisasi Investasi RI Kuartal I 2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Tumbuh 22,1 Persen, Realisasi Investasi RI Kuartal I 2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Whats New
Cara Menjawab 'Apakah Ada Pertanyaan?' Saat Wawancara Kerja

Cara Menjawab "Apakah Ada Pertanyaan?" Saat Wawancara Kerja

Work Smart
Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Whats New
Menteri KP 'Buka-bukaan' soal Aturan Penangkapan Ikan Terukur, Akui Banyak Diprotes

Menteri KP "Buka-bukaan" soal Aturan Penangkapan Ikan Terukur, Akui Banyak Diprotes

Whats New
Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA-S1, Simak Persyaratannya

Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA-S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Bos BI Percaya Digitalisasi Bisa Dorong RI Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas

Bos BI Percaya Digitalisasi Bisa Dorong RI Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas

Whats New
Rincian Biaya Admin BRI BritAma 2024 Per Bulan

Rincian Biaya Admin BRI BritAma 2024 Per Bulan

Spend Smart
BRI Finance Beri Pinjaman sampai Rp 500 Juta dengan Jaminan BPKB

BRI Finance Beri Pinjaman sampai Rp 500 Juta dengan Jaminan BPKB

Whats New
Permintaan Cetakan Sarung Tangan Karet Naik, Kerek Laba MARK 134 Persen pada Kuartal I-2024

Permintaan Cetakan Sarung Tangan Karet Naik, Kerek Laba MARK 134 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Whats New
IHSG 'Bullish,' Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG "Bullish," Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com